Pengunjung yang datang tidak hanya bisa membeli kopi saja. Namun, disediakan mini bar untuk mencoba jenis kopi lain yang diinginkan.
"Dulu orang boleh coba, gratis. Tapi orang lama-lama rikuh. Jadi sekarang kalau mau nyoba, cupping-nya berbayar," jelas Basuki.
Meski menyediakan banyak pilihan jenis kopi, menurut Basuki, kebanyakan pengunjung lebih suka memilih kopi dari Jawa Tengah.
Baca juga: Mencicipi Minuman Khas Ramadhan, Kopi Arab di Masjid Layur Semarang
Lebih jelas Basuki mengatakan, Dharma Boutique Roastery memang lebih fokus pada penjualan biji kopi.
Karena itu, rumah penyangraian yang disebut sebagai hidden gem ini hanya menyediakan empat meja untuk pengunjung.
"Kursi-kursi ini hanya sebagai frontline saja, tapi fokusnya lebih ke roastery dan penjualan kopi," ucap Basuki.
Di samping itu, Basuki berpendapat bahwa saat ini, bisnis kopi jauh lebih berkembang dengan peran anak muda.
Menurutnya, anak muda pecinta kopi semakin meningkat akibat adanya dampak digitalisasi.
"Kalau sudah jatuh ke anak muda, sudah bisa diubah-ubah sendiri. Sekarang, kopi seolah penanda gaya hidup. Bagi kalangan muda, dianggap sebagai penyambung silaturahmi," kata Basuki.
Baca juga: Menyesap Kopi Khas Kepahiang Bengkulu, Aroma Pisang, Teh, dan Lada Bercampur Jadi Satu
Senada dengan hal tersebut, salah satu pegawai, Safarudin Al- Ghozali mengatakan, selain bersantai, banyak anak muda yang datang ke Dharma Boutique Roastery untuk belajar tentang kopi.
"Kalau dulu memang hanya jual kopi saja. Tapi, sekarang konsepnya jadi slow bar dan menjadi ruang interaksi," jelas Safar, sapaan akrabnya.