Salin Artikel

Melihat "Coffee Roastery" Berusia Lebih Seabad di Kawasan Pecinan Semarang

Tidak seperti toko kopi pada umumnya, tampak depan Dharma Boutique Roastery hanyalah sebuah bangunan berjendela kecil dengan satu pintu besi bercat abu-abu sebagai jalan masuk di sebelahnya.

Bau kopi yang harum menyambut para pengunjung ketika pertama kali melangkahkan kaki di pintu masuk.

Begitu masuk, terlihat pekarangan rumah peninggalan masa kolonial Belanda. Di sebelahnya, tampak bangunan lapak kopi atau Dharma Boutique Roastery.

Tidak ada hiasan berlebih di dalamnya. Bangunan putih bernuansa klasik ini menyajikan sejumlah toples yang berjejer berisi biji kopi dari berbagai daerah se-Nusantara di atas meja.

Pemilik Dharma Boutique Roastery, Widayat Basuki Dharmowiyono, merupakan generasi ketiga dalam mengelola toko kopi ini.

Dalam ceritanya, sebelum diperbaharui menjadi rumah penyangraian kopi modern, Dharma Boutique Roastery, dulunya adalah pabrik kopi bernama Margo Redjo.

Pabrik tua ini didirikan oleh Tan Tiong le (kakek Basuki) pada 1915.

"Salah satu mesin yang masih dipakai ya itu, mesin sangrai di dalam toko. Umurnya sudah lebih dari 100 tahun," ucap Basuki kepada Kompas.com, Selasa (10/5/2022).

Basuki menuturkan, roastery miliknya itu menjajakan kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Harganya juga beragam, mulai dari di bawah Rp 100.000 hingga lebih dari Rp 500.000.

"Dulu orang boleh coba, gratis. Tapi orang lama-lama rikuh. Jadi sekarang kalau mau nyoba, cupping-nya berbayar," jelas Basuki.

Meski menyediakan banyak pilihan jenis kopi, menurut Basuki, kebanyakan pengunjung lebih suka memilih kopi dari Jawa Tengah.

Lebih jelas Basuki mengatakan, Dharma Boutique Roastery memang lebih fokus pada penjualan biji kopi.

Karena itu, rumah penyangraian yang disebut sebagai hidden gem ini hanya menyediakan empat meja untuk pengunjung.

"Kursi-kursi ini hanya sebagai frontline saja, tapi fokusnya lebih ke roastery dan penjualan kopi," ucap Basuki.

Di samping itu, Basuki berpendapat bahwa saat ini, bisnis kopi jauh lebih berkembang dengan peran anak muda.

Menurutnya, anak muda pecinta kopi semakin meningkat akibat adanya dampak digitalisasi.

"Kalau sudah jatuh ke anak muda, sudah bisa diubah-ubah sendiri. Sekarang, kopi seolah penanda gaya hidup. Bagi kalangan muda, dianggap sebagai penyambung silaturahmi," kata Basuki.

Senada dengan hal tersebut, salah satu pegawai, Safarudin Al- Ghozali mengatakan, selain bersantai, banyak anak muda yang datang ke Dharma Boutique Roastery untuk belajar tentang kopi.

"Kalau dulu memang hanya jual kopi saja. Tapi, sekarang konsepnya jadi slow bar dan menjadi ruang interaksi," jelas Safar, sapaan akrabnya.


Safar mengaku, roastery kopi tempatnya berkerja juga terkena dampak pandemi dua tahun terakhir. Namun, seiring berjalannya waktu telah mengalami kenaikan pengunjung.

Salah satu pengunjung, Izzas, mengatakan, dia bersama kawannya datang dari Jakarta ke Semarang untuk memenuhi wishlist liburan.

Salah satunya, dengan menikmati kopi dan suasana di Dharma Boutique Roastery.

"Tempatnya enak, meski coffee shop tapi bisa tetap merasa eksklusif dan intim dengan pengunjung," tandas dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/05/11/063618478/melihat-coffee-roastery-berusia-lebih-seabad-di-kawasan-pecinan-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke