Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi IJTI Pengda Maluku, Pani Letahiit mengatakan, laporan tentang dugaan skandal seksual di kampus yang diterbitkan LPM Lintas sudah memenuhi kaidah dan kode etik jurnalistik, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers.
Atas alasan tersebut, keputusan Rektor IAIN Ambon dinilai sebagai upaya memberangus kemerdekaan berekspresi mahasiswa.
“IJTI menilai pembekuan LPM Lintas, cara pihak kampus mengekang kebebasan berpendapat dan melemahkan sikap kritis mahasiswa,” tegasnya.
Baca juga: Polisi di Ambon Amankan 5.136 Liter Minyak Goreng yang Akan Dijual ke Sulawesi dengan Harga Tinggi
Semestinya, kata Pani, hasil liputan Majalah Lintas dijadikan bahan rujukan untuk membentuk tim independen dalam menelusuri temuan pelecehan seksual di lingkungan kampus.
Lusi Peilouw, seorang aktivis perempuan di Ambon mengatakan, seharusnya pihak kampus mendorong media kampus menyuarakan ketidakadilan yang menimpa mahasiswa di kampus, bukan malah membredel.
"Seharusnya pihak kampus mendukung supaya kasus kekerasan diusut, bukan malah mengekang dan menutup LPM Lintas,” kata Lusi.
Sebelumnya, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan IAIN Ambon, Faqih Seknun yang dikonfirmasi Kompas.com membenarkan adanya keputusan pembekuan LPM Lintas.
Baca juga: Polisi Tangkap 4 Pelaku Pembunuhan di Ambon, Satu Pelaku Masih di Bawah Umur
“Benar (dibekukan). Mulai hari ini sampai seterusnya tidak lagi ada aktivitas apapun di sana,” kata Seknun via telepon, Kamis (17/3/2022).
Menurutnya, LPM Lintas dibekukan karena masa kepengurusan lembaga tersebut telah berakhir dan aktivitas lembaga itu dinilai telah mencoreng nama baik institusi.
Seknun menyebut, keputusan rektor itu bukan membekukan LPM Lintas secara kelembagaan, melainkan membekukan kepengurusannya sehingga pihaknya akan segera mengangkat penjabat sementara pada lembaga tersebut.
“Kita sudah bekukan jadi kalau mereka beraktivitas atas nama lembaga maka itu ilegal,” katanya.
Diketahui, Majalah Lintas sebelumnya menerbitkan edisi khusus terkait kekerasan seksual di kampus. Laporan itu mencatat ada 32 orang yang mengaku mendapat pelecehan seksual di dalam kampus. Korban terdiri dari 25 perempuan dan tujuh laki-laki.
Sementara jumlah pelaku perundungan seksual sebanyak 14 orang. Terdiri dari delapan dosen, tiga pegawai, dua mahasiswa dan satu alumni. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.