KOMPAS.com - Desa Wisata merupakan salah satu destinasi wisata yang dikembangkan sebagai pelestarian budaya dan wahana edukasi.
Desa wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik yang khas baik fisik, lingkungan, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakat.
Pada praktiknya, desa wisata dikelola dan dikemas secara alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisata dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan terencana.
Baca juga: 5 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi Tahun 2022 Menurut Sandiaga
Desa wisata memiliki beragam jenis berdasarkan keunikan dan sejarah di masing-masing kawasan.
Salah satu jenisnya adalah Desa Wisata Megalitikum, yang merupakan kawasan yang menyimpan peninggalan-peninggalan zaman megalitikum.
Zaman megalitikum sendiri dimaknai sebagai zaman batu besar, di mana masyarakatnya menggunakan peralatan dari batu yang berukuran besar.
Pada zaman ini, setiap bangunan yang didirikan sudah dapat diklasifikasikan fungsi dan kegunaannya.
Budaya megalitikum sendiri lebih mengarah pada sebuah pemujaan terhadap roh leluhur.
Dengan demikian, Desa Wisata Megalitikum merupakan sebuah kawasan pedesaan yang menyimpan peninggalan-peninggalan zaman megalitikum.
Baca juga: 4 Desa di Jawa Timur Ikut Program Pemberdayaan Desa Wisata
Setidaknya ada 6 desa wisata megalitikum yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Berikut 6 desa wisata megalitikum tersebut:
1. Desa Kamal - Jember
Lokasi tepatnya berada di Desa Kamal, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Desa Kamal ini menyimpan beragam jenis batu peninggalan megalitikum di beberapa tempat, seperti persawahan, rumah warga, hingga jalaman kantor desa.
Beberapa peninggalan megalitikum di Desa Kamal berupa batu kenong, tugu batu, hingga menhir.
Untuk masuk ke Desa Kamal ini pengunjung tidak dikenakan biaya. Meski demikian, tidak ada salahnya untuk memberikan sedikit rejeki untuk perawatan.
Baca juga: Desa Margorejo, Penghasil Durian di Kudus yang Kini Jadi Desa Wisata
2. Kampung Adat Bena Bajawa - Flores
Desa wisata megalitikum Kampung Adat Bena Bajara berada di Kampung Bena, Kabupaten Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kampung adat ini masih mempertahankan konsep tata wilayah khas megalitikum, di mana rumah-rumah dibangun mengikuti kontur tanah.
Konsep mengikuti kontur tanah itu membuat rumah-rumah di kampung ini tampak berundak dari kejauhan.
Kampung Adat Bena Bajawa ini diperkirakan sudah ada sejak 1.200 tahun silam, dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk lonjong yang disebut Watu Lewa.
Harga tiket masuk Kampung Adat Bena Bajawa sebesar Rp 25.000.
3. Kampung Siallagan - Samosir
Kampung Siallagan berada di Huta Siallagan-Pindaraya, Ambarita, Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Kampung Siallagan yang berada satu lokasi dengan Destinasi Super Prioritas ini diyakini sudah ada sejak ratusan tahun silam.
Luas Kampung Siallagan sekitar 2.400 meter persegi, dengan dikelilingi tembok batu yang berbentuk pagar setinggi 1,5-2 meter.
Di Kampung Sillagan pengunjung juga akan menemukan kursi dan meja dari batu, yang konon digunakan untuk menghukum pelanggar adat di masa lalu.
Harga tiket masuk Kampung Siallagan sekitar Rp 5.000. Pengunjung dikenakan biaya tambahan jika menggunakan jasa pemandu wisata.
Baca juga: Penampakan Desa Purba di Jember, Ada Ratusan Batuan Zaman Megalitikum
4. Desa Bawomataluo - Nias
Desa Bawomataluo merupakan desa budaya yang populer dengan tradisi “Lompat Batu”.
Lokasi Desa Bawomataluo berada di Desa Bawomataluo di Kecamatan Fanayama, Nias Selatan, Sumatera Barat.
Desa Bawomataluo ini juga sudah menyandang status sebagai desa budaya warisan dunia dari UNESCO.
Peninggalan zaman megalitikum di desa ini yang terkenal disebut dengan nama Situs Tetegewo.
Di situs ini tersimpan batu peninggalan megalitikum berupa meja persegi, tugu, hingga meja bundar.
Batu-batu di situs ini umumnya digunakan untuk pesta, dan diperkirakan sudah ada sejak 5.000 tahun silam.
Adapun harga tiket masuk Desa Bawomataluo sekitar Rp 10.000.
5. Desa Patemon - Situbondo
Desa Patemon berjarak sekitar 21 kilometer dari Besuki, 35 kilometer dari pusat kota Situbondo, dan 170 kilometer dari Surabaya.
Daya tarik Desa Patemon adalah Batu Megasit atau batu berundak, dan Sarkofagus atau peti mati zaman megalitikum.
Sarkofagus di Desa Patemon ini diyakini sebagai sarkofag terbesar di Pulau Jawa.
Harga tiket masuk Desa Patemon adalah gratis. Untuk menuju ke desa ini perlu jasa ojek wisata yang dibanderol Rp 20.000 per orang.
Baca juga: Ada Desa Purba di Jember, Tempat Ratusan Batu Zaman Megalitikum Terpendam
6. Kampung Praiyawang - Sumba
Desa wisata megalitikum berikutnya adalah Kampung Praiyawang yang berlokasi di Desa Rindi, Kabupaten Suma Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Selain menyaksikan peninggalan megalitikum, pengunjung juga bisa merasakan kentalnya adat istiadat di perkampungan Sumba.
Kesan kuno nan magis di Kampung Praiyawang tampak dari arsitektur rumah dan barisan kuburan tua yang ada di sana.
Harga tiket masuk Kampung Praiyawang dipatok sekitar Rp 15.000.
Sumber:
Kompas.com
Kemenparekraf.go.id