Konon laka truk di Rapak bukan kejadian pertama sehingga Pemda setempat menerbitkan aturan yang melarang truk melintas pada jam tertentu.
Namun apakah ada petugas yang memastikan peraturan tersebut terlaksana, terutama pada saat kejadian?
Hal ini harus dipastikan karena suka tidak suka pengendara di Indonesia masih suka melanggar aturan jika tidak ada petugas, bahkan ketika ada petugas.
Penerapan tilang elektronik juga bisa menjadi alternatif upaya menjamin peraturan terlaksana.
Truk yang melanggar aturan melintas, segera mendapatkan tilang elektronik tanpa harus tergantung ada tidaknya petugas.
Langkah lain yang bisa menjadi mitigasi kecelakaan truk adalah sertifikasi sopir truk.
Marcell Kurniawan Training Director The Real Driving Center di Kompas menyampaikan perlunya sertifikasi kompetensi sopir truk.
Saya sependapat dengan gagasan tersebut. Sertifikasi ini penting untuk menjamin bahwa sopir truk yang berkendara di jalan memang kompeten membawa kendaraan beban berat.
Karena membawa kendaraan besar dengan beban berat tentunya tidak semudah kendaraan kecil.
Sertifikasi kompetensi pada sopir Transjakarta wajib juga diterapkan kepada sopir truk.
Regulator (Kemhub, Dishub, atau Polantas) bisa menjadi pihak yang memberikan pelatihan kepada para sopir truk.
Secara kasatmata, kualitas sopir truk bisa dibilang sedikit berkurang dibandingkan beberapa tahun lalu.
Kalau dulu sopir truk terkenal mementingkan keselamatan, termasuk mau mengalah di jalan.
Kalau sekarang tidak sulit menemukan truk yang “berani lari” di jalanan termasuk di arteri yang padat lalu lintasnya.
Padahal risiko kecelakaan kendaraan beban berat berkecepatan tinggi sangat besar.