GARUT, KOMPAS.com – Banjir bandang yang melanda sembilan desa di Garut, Jawa Barat, diduga terjadi akibat alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian.
Hal itu diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum setelah meninjau langsung lokasi banjir bandang di Kampung Ciloa, Desa Sukawening, Kecamatan Sukawening, Garut.
“Sebelumnya di sini tidak pernah ada banjir seperti ini, baru kali ini, bahkan ada masyarakat yang bilang umurnya sudah 46 tahun baru ada banjir, memang diakui curah hujan ekstrem, tapi kalau memang jalur air tidak terganggu, resapan air di hulu tidak terganggu, maka kemungkinan tidak akan terjadi semacam ini,” kata Uu di lokasi banjir, Minggu (28/11/2021).
Baca juga: Banjir Bandang Terjang 9 Desa di Garut, Ratusan Rumah Rusak dan 5 Jembatan Putus
Uu menuturkan, dari informasi yang diterimanya, banjir seperti ini memang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Namun, terjadi alih fungsi lahan hutan hingga terjadi banjir bandang. Menurut Uu, alih fungsi lahan ada juga yang sifatnya legal.
“Ada yang legal juga, karena di Jawa Barat 70 persen hutannya hutan alih fungsi seperti di daerah-daerah lain," sebutnya.
Saat ini pemerintah sedang mempertimbangkan 70 persen lahan hutan yang beralih fungsi harus diteruskan atau dievaluasi.
Baca juga: Banjir Bandang di Garut Terjang 2 Kecamatan
Pasalnya, banyak kejadian bencana di Jawa Barat, terjadi karena alih fungsi lahan.
“Apalagi sekarang dengan alih fungsinya untuk wisata, beberapa daerah terjadi banjir karena di hulunya dijadikan tempat wisata, ini akan kami evaluasi untuk kami sampaikan ke pemerintah pusat, karena itu kewenangan pusat,” katanya.