DI kelas-kelas parcasarjana yang saya ampu, mahasiswa selalu bertanya, sosok seperti apa yang harus dijadikan role model untuk kebangkitan di masa pandemi ?
Apakah harus kepala daerah yang sukses membangkitkan semangat warganya untuk tetap fight di saat susah?
Apakah harus figur pengusaha yang masih membuka usahanya di saat omzet pendapatan anjlok seanjlok-anloknya?
Tentu tidak harus kepala daerah atau pengusaha yang bisa dijadikan role model. Ada banyak teladan kehidupan di sekitar kita.
Saya bebaskan mahasiswa untuk menuangkan temuannya dan mendiskusikannya di ruang webinar kelas saya.
Terus terang, saya sendiri gamang dengan tugas yang saya berikan karena ternyata ada begitu banyak "hero-hero" yang bisa kita temukan di tengah masyarakat.
Sosok itu tentu bukan selebgram Rachel Vennya yang menolak masuk karantina usai bepergian dari luar negeri.
Juga bukan politisi yang masih ngebet jadi calon presiden walau muskil terpilih.
Pula, bukan sosok menteri yang merasa bisa kerja walau masalah skorsing doping tidak sanggup dia tuntaskan.
Dalam perjalanan saya beberapa waktu lalu ke Yogyakarta, Solo, Madiun, Malang, Kendal, serta Bandung menyusuri jalur darat, tanpa sengaja saya dipertemukan dengan sosok yang jadi jawaban atas tugas yang saya berikan kepada para mahasiswa saya.
Di sudut Pasar Beringharjo di Kawasan Malioboro, Yogayakarta, tepat beberapa hari sebelum Presiden Joko Widodo membagikan program bantuan tunai sebesar Rp 1,2 juta kepada 1 juta pedagang kaki lima yang terdampak kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) (Kompas.com, 09/10/10/2021), saya menemukan sosok nenek renta namun sigap.
Baca juga: Jokowi Berikan Bantuan Rp 1,2 Juta ke PKL di Malioboro
Dengan bahasa Jawa yang halus, Simbah ini menawarkan untuk membawakan barang belanjaan yang kita beli.
Saya yakin seyakin-yakinnya nenek tua bernama Ponirah itu bukan termasuk penerima bantuan yang ditebar Presiden Jokowi mengingat dia tidak berprofesi sebagai pedagang kaki lima.
Di usia senjanya, Ponirah masih menawarkan tenaga yang dimilikinya untuk membawakan barang milik pengunjung pasar, entah ke tempat penginapan atau ke tempar parkir kendaraan. Tidak ada tarif yang dia minta kecuali kerelaan dan keikhlasan pemilik barang.
Walau sudah memiliki anak dan cucu, pantang bagi Mbah Ponirah untuk menengadahkan tangan meminta bantuan anak.
Ditinggal meninggal pendamping hidupnya, bukan berarti harus menyerah. Karena sejatinya, hidup tetap harus diperjuangkan dan tetap berjalan di jalan kehidupan yang benar.
Jangan pernah menawarkan Mbah Ponirah untuk makan atau minum dengan gratis karena bagi beliau lebih bermartabat jika membeli penganan berdasar hasil keringatnya sendiri yang dia dapat dengan susah payah.
Ingkang dhingin mantepa suwitaneni
kaping pindhone aja
akeswed lumuh ing kardi
kanthi ingkang kaping tiga