Kadang kita begitu mudah cengeng dengan keadaan yang terjadi. Sahabat saya yang gagal terpilih ke Senayan sebagai anggota dewan terhormat terus memaki hingga sekarang. Seolah, dengan tidak menjadi anggota DPR, semua celah kehidupannya menjadi tertutup.
Sebaliknya, ada juga seorang kenalan saya yang mantan narapidana kasus korupsi dan bekas anggota dewan menjalani hidup dengan optimistis. Keluar dari penjara bukan berarti tamat karirnya. Dia sekarang dipercaya menjadi komisaris sebuah BUMN besar di Aceh.
Urusan hidup memang bukan sekedar matematis belaka. Jika kita merasa kuat membawa belanjaan yang tak seberapa, tentu kita tidak membutuhkan jasa Mbah Ponirah.
Jika pun kita menggunakan jasa Mbah Ponirah, imbalan rupiah yang kita berikan padanya tentu tidak cukup untuk membeli segelas kopi di gerai ternama. Namun, bagi Mbah Ponirah, uang yang kita berikan itu cukup besar.
Jangan pernah "itung-itungan" kepada siapa pun, apalagi kepada Pemilik Kehidupan. Kalimat ini selalu terngiang di benak pikiran sahabat saya.
Semula selarik kalimat ini terasa satir. Ketika kebutuhan hidup semakin meningkat dengan hadirnya dua bocah yang lucu, keluarga muda ini dihantam persoalan pelik.
Idealisme si tulang punggung keluarga berbenturan dengan situasi kantor yang membuatnya tak nyaman. Ia pun memutuskan keluar dari pekerjannya. Tapi, ada tanggungan kredit rumah dan kendaraan yang masih harus digenapi setiap bulan.
Dia ingin mengubah tujuan hidup, merevisi visi misi kehidupannya. Dia nekat ingin berjumpa dengan "Pemilik Kehidupan". Dijual mobinya dan pergi haji. Sebagian besar kawan dan kerabatnya geleng-geleng kepala melihat ulah nekadnya.
Keluar dari tempat kerja tanpa pesangon, mobil di jual, dan nekad pergi haji.
Namun, Tuhan punya rumus matematika unik. Sahabat saya ini begitu menikmati kerinduanNya menjadi tamu di Baitullah. Serangkaian kemudahan menghampirinya.
Tanpa sengaja, ringan tangannya membawa ke perkenalan dengan sesama jemaah haji yang "tajir". Keduanya berjanji untuk terus menjalin tali silaturahmi usai kembali ke tanah air.
Sepulangnya dari Tanah Suci, hidup teman saya berubah. Ia mendapat rahmat barokah pekerjaan baru. Rumah dan angsuran mobil tergantikan.
Kini sahabat saya ini punya kebiasaan baru: memberangkatkan orang lain untuk haji dan umroh.
Sahabat saya yang lain juga sama. Keinginannya untuk ziarah ke Yerusalem tercapai dengan cara yang unik dan membawa perubahan dalam hidupnya.
Hasil menabungnya dari kerja serabutan bisa membawanya berjumpa dengan penguat imannya. Kini sahabat saya selalu rajin menunaikan ibadah Minggu walau ada kesibukan kerja.
Jangan gunakan matematika duniawi. Mbah Ponirah dari Pasar Beringharjo, Yogyakarta, memberi kita teladan kehidupan.