YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Video gerombolan ikan teri di pinggir pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) viral.
Dalam video yang diunggah pada Selasa (22/9/2021), tampak sejumlah warga menangkap ikan dengan jaring di laguna Pantai Trisik, Kulon Progo.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Catur Nur Amin mengatakan ada tiga kemungkinan penyebab fenomena itu.
Baca juga: Kerangka Manusia di Pantai Parangkusumo Bantul Diduga Berjenis Kelamin Laki-laki
Kemungkinan pertama, kata Catur, ikan itu bergerombol di tepi pantai karena ada perubahan suhu.
"Sekarang kan sedang pancaroba sehingga terjadi perubahan suhu air laut. Sementara ikan teri mencari suhu yang nyaman, di darat lebih hangat jadi menuju ke arah darat," jelas Catur saat ditemui di kantornya, Kalurahan Terban, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Rabu (22/9/2021).
Kemungkinan kedua adalah gerombolan ikan teri itu bergerak ke tepi pantai untuk menghindari predator.
"Misalnya (ikan) layur mengejar dia. Pecah sebagian lari ke darat, sementara sebagian gerombolan lari ke tempat lain," sebutnya.
Kemungkinan ketiga, lanjut Catur, gerombolan teri terpecah oleh gelombang besar. Akibatnya, ada bagian dari gerombolan yang terseret ke perairan dekat daratan.
Baca juga: Cerita Paiman, Penerima Ganti Untung Proyek Tol Solo-Yogyakarta Rp 6 Miliar
Teri yang mendekati pantai selatan DIY oleh masyarakat sekitar disebut berjenis jui.
Teri ini berbeda dengan jenis teri nasi karena ukurannya lebih besar.
"Satu kilo sekitar Rp 10.000, kali Teri Nasi itu lebih mahal bisa mencapai Rp 50.000 per kilonya," kata Catur.
Fenomena teri mendekat ke pantai ini tidak hanya terjadi di Trisik Kulon Progo tetapi juga terjadi di Pantai Wediombo Kabupaten Gunungkidul.
"Kalau liat kemarin di grup itu ketangkap di Trisik di laguna ada teman yang nangkep. Kemudian di Wediombo," katanya.
Baca juga: Pemerintah Akan Batasi Penangkapan Ikan di Laut Pakai Sistem Kuota
Fenomena ini, menurut dia, sering terjadi di pantai Selatan DIY.
Hampir tiap tahun kejadian serupa terjadi, tetapi sekarang ini sudah ada media sosial sehingga fenomena ini dapat sorotan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.