Sukimin menjelaskan, fenomena ikan mabuk atau masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah pladu, akibat tercemar limbah hampir terjadi dua kali dalam seminggu.
"Fenomena pladu seminggu dua kali akibat pencemaran limbah. Kalau enggak pladu, mencari ikan ya banyaklah, kalau sekarang sepi," ujarnya.
Sebagai orang yang menggantungkan hidup di sungai tersebut, Sukimin berharap agar pemerintah melarang oknum-oknum yang membuang limbah di Bengawan Solo itu untuk bertanggungjawab agar tidak mengulanginya lagi.
"Harapannya ya dilarang membuang limbah di Bengawan Solo," ujar Sukimin.
Sementara itu, Kepala Desa Ngloram, Diro Beni Susanto membenarkan, banyak masyarakatnya yang mengeluh akibat tercemarnya air di Sungai Bengawan Solo.
"Secara otomatis juga mengurangi mata pencaharian warga kami untuk mencari ikan di Bengawan Solo," ungkapnya.
Bahkan, Diro mengungkapkan, tercemarnya air Sungai Bengawan Solo pada tahun ini sudah terjadi hampir selama sebulan ketika musim kemarau datang.
"Kondisi air saat ini begitu memasuki musim kemarau ini sudah berlangsung sekitar sebulan ke belakang, air kembali coklat pekat kehitaman. Kalau saat ini (air sungai) belum berbuih, tapi biasanya berbuih," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.