Menurutnya, dalam ajaran budaya Sasak, gadis atau dedare itu dikelompokkan menjadi lima.
Pertama, disebut dedare kodeq (gadis kecil) jika usianya 12 sampai 15 tahun.
Jika terjadi perkawinan di rentang usia ini, wajib hukumnya untuk tebelas atau dipisahkan.
Kedua, dedare nyalah (gadis remaja) yang berusia antara 16-19 tahun.
Jika pernikahan terjadi di usia tersebut, adat mengajarkan agar yang bersangkutan dikawin gantung, dinikahkan tetapi dilarang berhubungan suami istri, hingga usianya 20 tahun.
Kemudian, dedare ngatung (gadis dewasa), berusia 20-25 tahun. Pada usia ini, seorang gadis sudah merdeka, diberikan hak untuk menentukan pilihannya.
"Dia akan menikah dengan siapa yang menjadi pilihan hatinya, orangtua diminta tidak turut campur, karena anaknya telah dewasa," kata Anggawa.
Baca juga: Merariq Itu Bukan Aib, Ini Tradisi Kami
Berikutnya, adalah dedare tekes (gadis matang), yang berada pada rentang usia 26-30 tahun. Pada usia ini, orangtua bisa ikut membantu mencarikan jodoh anaknya.
Kelima, adalah dedare mosot (gadis yang sulit menikah), yang berusia 31 tahun ke atas, yang sulit mendapatkan jodoh atau bahkan bisa tidak menikah atau mosot.
Ketika zaman tahun 60-an hingga 90-an, kata dia, aturan adat ini sangat ketat ditegakkan.
Namun, ia mengakui, seiring kehidupan memasuki era modern, penyimpangan adat justru kian marak terjadi.
Atas berbagai dalih yang sebenarnya salah tafsir, merariq kodeq yang secara adat istiadat jelas dilarang justru diabaikan.