Warga menginap 4 malam untuk pertahankan lahan, 17 Agustus-an di lokasi sengketa
Dia menyebut, warga juga sampai menginap empat hari empat malam di lokasi untuk mempertahankan lahan perkebunannya. Bahkan, warga memperingati Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia pada Selasa (17/8/2021).
Raylus menjelaskan, saat ini sudah ada sekitar 100 sampai 120 hektar lahan perkebunan lahan warga yang digarap PT NWR.
"Katanya lahan-lahan kami ini berada di areal konsesi sebuah perusahaan dan memiliki izin HGU (Hak Guna Usaha). Tapi, lahan itu sudah dari dulu, dari zaman nenek moyang Rantau Kasih, sudah digarap dijadikan kebun karet. Karena karet sudah tua, jadi diganti sawit. Belakangan, lahan kita ini digarap, bahkan warga dituduh merampas lahan mereka (perusahaan). Sekarang perusahaan tanam akasia di sela-sela tanaman sawit kami. Kawasan hutan green belt juga dirambah perusahaan," jelas Raylus.
Oleh karena itu, dia berharap perusahaan tidak menggusur lahan para petani yang bergantung hidup dari perkebunan karet dan sawit.
"Kami harap ya perusahaan tidak menggusur lahan kami, karena ekonomi kami sudah terganggu. Lahan ini untuk masa depan sebagian besar warga Rantau Kasih," pungkas pria bergelar Datuk Besar Khalifah Kampar Kiri ini.
Tanggapan LSM: tidak ada konflik, ada pihak yang memanas-manasi
Terkait persoalan ini, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Gempur yang bergerak di bidang lingkungan, melakukan investigasi ke lokasi konflik.
Dari hasil investigasi yang mereka lakukan, tidak ada konflik antara warga Rantau Kasih dengan PT NWR.
"Sebenarnya ada pihak-pihak tertentu yang mencari panggung dengan sengaja memprovokasi warga untuk berkonflik dengan perusahaan," ungkap Ketua LSM Gempur, Hasanul Arifin saat diwawancarai Kompas.com, Senin.
Menurutnya, ada pihak yang sengaja menghasut dan membenturkan masyarakat dengan pihak perusahaan dengan memprovokasi ibu-ibu dan anak-anak melakukan aksi demo dan menduduki lahan konsesi HTI PT NWR.
Berdasarkan hasil investigasi pihaknya, tuduhan bahwa PT NWR melakukan penyerobotan terhadap lahan warga merusak sawit milik warga serta melakukan pelanggaran HAM, adalah tidak benar dan menyesatkan.
Sehingga membuat situasi memanas antara warga dengan perusahaan.
"Alat berat perusahaan didatangkan untuk melakukan pembukaan kawasan perijinan HTI-nya dan tidak mengganggu kebun sawit warga desa Rantau Kasih. Malahan pihak perusahaan justru memperbaiki kebun warga. Perusahaan tidak mengganggu kebun warga walaupun sebagian besar kebun sawit warga berada di dalam kawasan perijinan HTI. Justru perusahaan memperbaiki kebun warga walaupun menurut UU kehutanan no 41 tahun 1999 kawasan HTI tak boleh ditanam sawit," terang Hasanul.