Salin Artikel

Viral, Video "Emak-emak" Histeris, Minta Tolong ke Jokowi gara-gara Lahannya Digusur Perusahaan

Ratusan warga yang mayoritas petani berusaha mempertahankan lahan perkebunan mereka seperti sawit dan karet. Mereka menyebut lahan mereka digusur oleh pihak perusahaan.

Aksi ratusan warga tersebut juga sempat viral di sejumlah media sosial.

Salah satu video yang diterima Kompas.com, warga yang beraksi adalah kaum emak-emak. Mereka membawa anak-anaknya.

Dalam video berdurasi satu menit 25 detik itu, tampak kaum hawa histeris saat mencoba meminta alat berat keluar dari lahan mereka.

Seorang wanita terlihat memohon-mohon dengan memegang kaki seorang pria.

Sejumlah petugas kepolisian yang ada di lokasi berusaha menenangkan warga. Namun, warga tetap berusaha mempertahankan lahannya.

Pada video berdurasi 47 detik, tampak lima orang emak-emak meminta tolong kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membantu menyelesaikan sengketa lahan tersebut.

"Pak Jokowi tolong kami, lahan kami habis diserobot sama perusahaan. Anak kami hampir kena eskavator saat kami berusaha menghalau alat berat dari ladang kami," kata seorang wanita berbaju hitam biru.

"Tolonglah, Pak Jokowi selamatkan lahan kami demi masa depan anak-anak kami.

Dari mana kami dapat uang kalau lahan kami digusur. Tidak ada tempat kami mengadu lagi, pak," teriak wanita lainnya.

Penjelasan tokoh adat desa

Terkait kejadian ini, tokoh adat Desa Rantau Kasih Raylus saat diwawancarai Kompas.com membenarkan kejadian tersebut.

"Ya, benar. Itu kejadiannya hari Minggu (15/8/2021) kemarin. Kami mempertahankan lahan kami yang mau digusur oleh PT NWR," kata Raylus di Pekanbaru, Senin (23/8/2021).

Dia mengatakan, warga yang maju mempertahankan lahan sengaja kaum wanita.

Menurutnya, hal itu untuk mencegah konflik fisik dengan sekuriti perusahaan.

"Kenapa ibu-ibu dan anak-anaknya yang menghadang alat berat, karena kalau laki-laki dikhawatirkan nanti terjadi bentrok bertumpahan darah. Makanya ibu-ibu yang ambil alih," kata Raylus.


Warga menginap 4 malam untuk pertahankan lahan, 17 Agustus-an di lokasi sengketa

Dia menyebut, warga juga sampai menginap empat hari empat malam di lokasi untuk mempertahankan lahan perkebunannya. Bahkan, warga memperingati Hari Kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia pada Selasa (17/8/2021).

Raylus menjelaskan, saat ini sudah ada sekitar 100 sampai 120 hektar lahan perkebunan lahan warga yang digarap PT NWR.

"Katanya lahan-lahan kami ini berada di areal konsesi sebuah perusahaan dan memiliki izin HGU (Hak Guna Usaha). Tapi, lahan itu sudah dari dulu, dari zaman nenek moyang Rantau Kasih, sudah digarap dijadikan kebun karet. Karena karet sudah tua, jadi diganti sawit. Belakangan, lahan kita ini digarap, bahkan warga dituduh merampas lahan mereka (perusahaan). Sekarang perusahaan tanam akasia di sela-sela tanaman sawit kami. Kawasan hutan green belt juga dirambah perusahaan," jelas Raylus.

Oleh karena itu, dia berharap perusahaan tidak menggusur lahan para petani yang bergantung hidup dari perkebunan karet dan sawit.

"Kami harap ya perusahaan tidak menggusur lahan kami, karena ekonomi kami sudah terganggu. Lahan ini untuk masa depan sebagian besar warga Rantau Kasih," pungkas pria bergelar Datuk Besar Khalifah Kampar Kiri ini.

Tanggapan LSM: tidak ada konflik, ada pihak yang memanas-manasi

Terkait persoalan ini, lembaga swadaya masyarakat (LSM) Gempur yang bergerak di bidang lingkungan, melakukan investigasi ke lokasi konflik.

Dari hasil investigasi yang mereka lakukan,  tidak ada konflik antara warga Rantau Kasih dengan PT NWR.

"Sebenarnya ada pihak-pihak tertentu yang mencari panggung dengan sengaja memprovokasi warga untuk berkonflik dengan perusahaan," ungkap Ketua LSM Gempur, Hasanul Arifin saat diwawancarai Kompas.com, Senin.

Menurutnya, ada pihak yang sengaja menghasut dan membenturkan masyarakat dengan pihak perusahaan dengan memprovokasi ibu-ibu dan anak-anak melakukan aksi demo dan menduduki lahan konsesi HTI PT NWR.

Berdasarkan hasil investigasi pihaknya,  tuduhan bahwa PT NWR melakukan penyerobotan terhadap lahan warga merusak sawit milik warga serta melakukan pelanggaran HAM, adalah tidak benar dan menyesatkan.

Sehingga membuat situasi memanas antara warga dengan perusahaan.

"Alat berat perusahaan didatangkan untuk melakukan pembukaan kawasan perijinan HTI-nya dan tidak mengganggu kebun sawit warga desa Rantau Kasih. Malahan pihak perusahaan justru memperbaiki kebun warga. Perusahaan tidak mengganggu kebun warga walaupun sebagian besar kebun sawit warga berada di dalam kawasan perijinan HTI. Justru perusahaan memperbaiki kebun warga walaupun menurut UU kehutanan no 41 tahun 1999 kawasan HTI tak boleh ditanam sawit," terang Hasanul.


Pernyataan PT NWR

Kepala Humas Lapangan PT NWR, Yun Kenedi mengatakan bahwa pihak perusahaan sudah menerima tuntutan dari para warga.

"Semua tuntutan dari warga nanti kita sampaikan dalam forum ninik mamak. Kemudian, untuk kegiatan operasional dengan alat berat kita hentikan sementara sampai ada hasil pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Kampar," kata Yun dalam keterangan video yang diterima Kompas.com, Senin.

Alat berat tersebut, tambah dia, akan dipindahkan ke lokasi lain.

Terpisah, Manajer Humas PT NWR Abdul Hadi ketika dikonfirmasi mengatakan bahwa permasalahan dengan warga sudah selesai.

"Permasalahan di lapangan sudah selesai. Warga sudah kembali ke rumahnya masing-masing," singkat Hadi saat diwawancarai Kompas.com di Pekanbaru, Senin.

DLHK turun tangan

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau telah menurunkan tim untuk menyelesaikan konflik lahan  warga dengan PT NWR di Desa Rantau Kasih, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kampar.

Dalam penyelesaian konflik itu, DLHK Riau menurunkan Kepala Seksi Pengaduan Dian Citra Dewi, dan Kepala Seksi Gakkum Agus Suryoko.

"Atas arahan Pak Gubernur melalui Kadis LHK, kami tim yang terdiri dari Kepala Seksi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa dan Kepala Seksi Penegakan Hukum turun ke lokasi konflik lahan di Desa Rantau Kasih," kata Kepala Seksi Pengaduan DLHK Riau, Dian Citra Dewi kepada wartawan, Senin.

Dia mengatakan, atas konflik itu masyarakat Desa Rantau Kasih mendirikan tenda selama sepekan menggelar aksi protes di lokasi konflik.

Namun, setelah pihaknya mendengar permasalahan dari sudut pandang masyarakat, kemudian konsolidasi ke pihak pemerintah setempat dalam hal ini Camat Kampar Kiri Hilir, Kades Rantau Kasih dan unsur Ninik mamak, serta tokoh Desa Rantau Kasih dan Polsek Kampar Kiri Hilir sehingga diperoleh kesepakatan.

"Alhamdulillah, kemarin masyarakat yang mendirikan tenda di lokasi konflik bersedia meninggalkan lokasi, dan kembali ke rumah sambil menunggu penyelesaian sengketa lebih lanjut," sebut Dian.

Ia menjelaskan, persoalan konflik berawal dari kebun masyarakat yang secara hukum berada di kawasan konsesi PT NWR.

Namun, keberadaan lahan itu sejatinya sejak dulu sebagai bagian dari masyarakat hukum adat Kerajaan Gunung Sahilan.

"Tentu hal ini akan kita jadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan mekanisme apa yang akan diambil dalam penyelesaian masalah tersebut. Sehingga, pemerintah dapat menjamin hak masyarakat untuk peningkatan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar. Dengan begitu, masyarakat juga dapat memberi kenyamanan, dan kelangsungan berusaha bagi perusahaan selaku pemilik konsesi," jelas Dian.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/23/144046478/viral-video-emak-emak-histeris-minta-tolong-ke-jokowi-gara-gara-lahannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke