Namun, usahanya belum menyelamatkan nyawa sang ayah hingga tutup usia, pada 4 Agustus 2021, saat berusia 67 tahun.
Sebelum ayahnya meninggal, Ayi mengaku keliling mencari oksigen dari apotek ke apotek dan pemasok di Samarinda, tetapi tak kunjung didapat.
“Saya cari ke Kimia Farma, Promedika, dan beberapa lainnya enggak ada semua,” kisah dia kepada Kompas.com di Samarinda.
“Sementara ayah di rumah mengalami sesak. Saturasi turun banget,” sambung dia.
Ia bersama keluarga sempat membawa ayahnya ke tiga rumah sakit swasta di Samarinda, tetapi ditolak semuanya.
"Katanya penuh dan saturasi terlalu turun. Padahal, ayah saya kan bukan Covid-19," tutur dia.
Ayi membawa ayahnya kembali ke rumah dan menggunakan jasa panggilan tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan di rumah.
Berganti hari kondisi ayahnya terus menurun, hingga pernapasan terganggu.
Ayi menduga Covid-19 kembali menyerang ayahnya, setelah sebelumnya sempat terjangkit dan sembuh.
Ayi bersama keluarga terus berusaha mencari oksigen.
Tak kunjung dapat, Ayi membeli dua unit oxican seharga Rp 250.000 per buah. Ayi menduga harga sudah di atas batas normal, karena biasanya hanya Rp 95.000.
“Itu pun susah banget carinya," kata dia.
Setelah mencari informasi ke sejumlah rekan kerja, Ayi mendapat bantuan oksigen dari seorang rekannya.
“Ada teman pinjamkan oksigen. Ini pakai oksigen orang kapal. Bukan oksigen yang orang sakit, tapi oksigen buat orang kerja kapal,” terang dia.
“Tapi, ya sudah telat. Umurnya sudah sampai (meninggal) pada 4 Agustus lalu, bertepatan dengan hari ultahnya,” kenang Ayi.
Ayi berharap kejadian yang ia alami dalam situasi kelangkaan oksigen hingga kehilangan orangtua, mestinya tak terjadi jika pemerintah mengambil langkah jauh sebelumnya. Terlebih antisipasi kelangkaan dan ketersedian pasokan oksigen yang memadai dan terjangkau bagi masyarakat.
“Setiap RT pasti ada lansia. Yang lagi isoman, atau lagi sakit pasti ada. Paling enggak ada, ada bantuan oksigen kecil yang waktu pakai hanya 2 jam. Itu sangat membantu mereka mencari bantuan lain,” harap dia.
Sebab, Ayi punya pengalaman, tetangganya usia 39 tahun meninggal karena lambat pertolongan saat sesak napas. Tak ada bantuan oksigen.
“Tetangga saya usia 39 tahun, anaknya masih kecil, lambat dapat oksigen akhirnya meninggal. Karena kita ke rumah sakit full, IGD juga full, jadi kalau enggak ada oksigen ya banyak yang gugur,” pungkas dia.
Baca juga: Kisah Pilu Pasien Isoman, Meninggal Setelah Mencoba Bertahan Saat Tak Kebagian Oksigen