Ia mengatakan, tak hanya dicopot dari jabatan, oknum Kepsek ini juga bisa terancam dipecat dari ASN.
Pelaku akan diproses sesuai PP 53 tentang disiplin pegawai jika terbukti bersalah.
Dalam peraturan itu, menurut Lutfi, siapa pun aparatur negara yang melakukan pelanggaran hukum termasuk tindakan asusila, maka akan ditindak tegas. Bahkan sanksinya bisa berbentuk pemecatan sebagai ASN.
Hanya saja, untuk memroses pelanggaran kode etik, Lutfi harus menunggu keputusan pengadilan.
Jika nantinya HS terbukti bersalah, maka pihaknya baru akan mengambil keputusan sanksi disiplin apa yang akan dijatuhkan.
"Ya kami tunggu dari pengusutan aparat hukum. Ketika sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap dan dinyatakan terbukti bersalah, kami akan berikan sanksi tegas, termasuk pemecatan," pungkas Wali Kota Bima.
Baca juga: Kabur Lompati Tembok, Wanita Asal Bogor Mengaku Dijual Rp 450.000 oleh Muncikari di Bali
Sebelumnya diberitakan, kasus pencabulan terhadap anak kembali terjadi di Kota Bima, NTB.
Kali ini, korbannya merupakan anak perempuan yang masih duduk di sekolah dasar (SD). Sedangkan terduga pelakunya berinisial HS, yang tak lain adalah kepala sekolah.
Kasus ini terungkap setelah orangtua korban melapor kepada polisi pada 6 Juni 2021.
Kasat Reskrim Polres Bima Kota, Iptu M Rayendra Rizqilla Abadi Putra mengatakan, ada 20 wali murid yang telah melaporkan kasus dugaan pencabulan ini.
Bahkan, beberapa korban yang melapor telah menjalani visum.
"Kasus ini sedang ditangani Unit PPA Polres Bima Kota," kata Iptu M Rayendra Rizqilla Abadi Putra kepada Kompas.com pada Rabu (16/6/2021).
Baca juga: Harusnya Petugas Diswab Dulu Dong, Saya Kan Tak Tahu Mana yang Kena Covid-19
Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur ini terungkap setelah salah satu korban mengadu ke orangtuanya usai mendapat perlakukan tak senonoh dari kepala sekolah.
Ketika ditanya, anak itu menjawab telah dicabuli terduga HS di sekolahnya.
Modus pelaku dalam beraksi yakni lebih dulu memanggil korban. Karena merasa dipanggil kepala sekolah, korban datang menemui HS. Aksi pencabulan pun terjadi.
"Kejadian tersebut terjadi di sekolah dengan modus menanyakan uang jajan. Kemudian si terduga pura-pura memeriksa kantong baju korban dan langsung melakukan pencabulan,"
Menurut Rayendra, korban mengaku diraba dan disentuh pada bagian sensitif.
Setelah mendapat perlakuan itu, korban melaporkan peristiwa itu kepada orangtuanya.
Atas kejadian itu, orangtua korban tidak terima dan langsung melaporkan kasus itu ke polisi.
Setelah kasus ini dilaporkan ke polisi, ternyata ada banyak korban lain mengalami nasib serupa yang juga pernah menjadi korban kebejatan pelaku.
Setiap beraksi selalu dilakukan secara terpisah dan dalam waktu berbeda dengan cara memanggil dalam waktu berlainan.
Siswi yang menjadi korban kebejatan pelaku berusia 9 hingga 11 tahun.
"Ada total 20 siswi yang mengaku sebagai korban, ada yang duduk dari kelas III sampai kelas V SD," ujarnya.
Rayendra mengatakan, hingga kini sudah ada empat saksi yang menjalani pemeriksaan. Mereka dimintai keterangan guna mengungkap keterlibatan pelaku kejahatan seksual ini.
"Empat orang saksi yang sudah diperiksa," tuturnya.
Sampai saat ini, polisi terus mengumpulkan keterangan, termasuk bukti-bukti yang dapat menjerat terduga.
Sejauh ini, polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak ini. Bahkan, HS juga belum diperiksa.
"Tersangka belum ada. Masih dalam proses penyelidikan dan masih mengumpulkan bukti-bukti. Sementara HS akan diperiksa dalam waktu dekat," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.