Setidaknya sekali dalam setahun, kelompok nelayan dan masyarakat pesisir Pantai Serang yang terletak sekitar 40 kilometer selatan Kota Blitar itu menggelar kegiatan pelepasan tukik atau anak penyu ke laut.
Selain sebagai kegiatan kampanye konservasi penyu, kegiatan tersebut juga diniatkan sebagai sarana penggalangan dana untuk membiayai kegiatan konservasi melalui penangkaran penyu.
Sebuah inisiatif yang datang terutama dari Dwi Handoko Pawiro, pegiat masyarakat desa yang kemudian terpilih sebagai Kepala Desa Serang tahun 2014.
Kegiatan konservasi penyu itu murni berbasis swadaya masyarakat setempat.
Proposal-proposal permintaan bantuan pembiayaan ke instansi pemerintah yang terkait tidak membuahkan hasil.
Maka, penggalangan dana melalui acara pelepasan tukik menjadi satu-satunya sumber dana.
"Tapi, ya dana yang dapat dikumpulkan dari partisipasi masyarakat tidak seberapa yang didapat. Tetap BUMDes harus nombok," ujar Handoko, kepada Kompas.com, Selasa (25/5/2021) petang.
Baca juga: Kasus Oknum TNI Tampar Petugas SPBU karena Menolak Antre Isi Bensin Berujung Damai
Di setiap kegiatan, terdapat antara 300 hingga 800 ekor tukik penyu di lepas.
Masyarakat yang berpartisipasi pada kegiatan itu, diminta donasi sebesar Rp 15.000 untuk setiap ekor tukik yang dia lepaskan.
Biasanya, mereka menjadikan kegiatan itu sebagai sarana memberikan pendidikan dan pengalaman kepada anak-anak mereka terkait konservasi penyu.
Kadang, pihak BUMDes beruntung ketika ada instansi swasta atau komunitas tertentu yang berpartisipasi dan memborong pelepasan tukik dalam jumlah tertentu sekaligus.
"Tetap saja, paling partisipasi masyarakat paling banyak mengambil 40 persen dari seluruh tukik yang kami lepas. Sisanya, kami lepas tanpa donasi," ujar Handoko.
Rekor partisipasi dari instansi swasta dan komunitas pada kegiatan pelepasan tukik yaitu memborong 200 ekor tukik sekaligus. Dana yang terkumpul sebesar Rp 3 juta.
Menurut Handoko, dana yang terkumpul dari pelepasan tukik tidak pernah dapat menutup biaya penangkaran.