Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rani Anjani, Perajin Cobek Tradisional Cianjur, Mempertahankan Warisan Usaha Turun-temurun

Kompas.com - 06/04/2021, 09:10 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com – Seakan tak rikuh dengan kondisi sekeliling yang kotor dan berdebu, gadis muda itu asyik berkutat dengan tanah liat.

Kedua tangannya begitu terampil mengolah sekepal tanah yang diletakkan di atas putaran alas kayu.

Sambil menjaga alat itu agar tetap bergerak, ia mulai mengolah tanah. Sesekali adonan itu diairi agar tidak lengket di tangan.

Tak berlangsung lama, sebuah cobek pun berhasil terbentuk sempurna.

Sudah dua tahun, Rani Anjani (22), demikian nama perempuan itu, menjadi perajin gerabah untuk meneruskan usaha orangtuanya.

Baca juga: Cerita Perajin Gerabah Palembang Bertahan di Tengah Pandemi Tanpa Bantuan Pemerintah

Satu demi satu cobek dibuatnya dari pagi hingga petang menjelang.

Seharian, Rani bisa menghasilkan 50-70 buah cobek, baik ukuran besar maupun kecil.

Satu buah cobek mampu ia kerjakan hanya dalam waktu 5 menit.

"Awalnya tidak sekali jadi. Dulu, kalau buat gagal terus. Sekarang karena sudah terbiasa jadi mudah. Namun, setelah ini prosesnya masih panjang," tutur Rani saat ditemui Kompas.com, belum lama ini.

Baca juga: Risma: Perajin Harus Inovatif, Jangan Terus Berharap Bantuan Pemerintah

Rani Anjani (22), gadis asal Cianjur, Jawa Barat, saat mengerjakan proses pembuatan cobek. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Rani Anjani (22), gadis asal Cianjur, Jawa Barat, saat mengerjakan proses pembuatan cobek. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.

Dijelaskan, setelah pembentukan selesai, gerabah sederhana itu kemudian diangin-angin dan dijemur tanpa terkena sinar matahari langsung.

Setelah kering dan mengeras, punggung cobek kemudian dikerok agar rapi, dan bagian dalamnya diusik atau dihaluskan menggunakan batu khusus.

"Setelah proses itu selesai cobek baru bisa dibakar. Proses pembakaran dikerjakan sebulan sekali bersamaan dengan gerabah lain," ucap Rani.

Selanjutnya, cobek-cobek yang sudah jadi ini dipasok ke seorang pengepul untuk diedarkan ke sejumlah tempat di Cianjur, termasuk ke luar daerah, seperti Bandung, Bogor, Sukabumi, Purwakarta, hingga ke wilayah Banten.

“Untuk cobek yang kecil ini dari sininya Rp 2.000, kalau yang ukuran agak besar Rp 3.000-an,” kata dia.

Baca juga: Perjuangan Pinkan Mambo Lepas dari Utang, tapi Kini Jual Sofa hingga Cobek

 

Meneruskan Usaha Turun Temurun

Rani Anjani (22), perajin gerabah asal Cianjur, Jawa Barat, sedang menata cobek-cobek yang dibuatnya. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Rani Anjani (22), perajin gerabah asal Cianjur, Jawa Barat, sedang menata cobek-cobek yang dibuatnya. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.
Di saat teman-teman sebayanya memilih bekerja ke luar daerah, selepas SMA Rani memutuskan tetap tinggal di dusunnya, Kampung Ciluncat, Desa Cibadak, Cibeber, untuk meneruskan estafet usaha keluarga.

Kampung Ciluncat memang dikenal sebagai sentra kerajinan gerabah di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kendati jumlah perajinnya terus berkurang dari waktu ke waktu.

Rani sendiri merupakan generasi ketiga dalam usaha ini.

“Meneruskan usaha orang tua. Kalau orang tua membuat tungku, saya baru bisa bikin cobek,” kata Rani.

Rani mengaku senang dengan pekerjaannya kini. Terlebih, kerajinan gerabah merupakan usaha yang dwariskan secara turun temurun di kampungnya serta kualitas produknya telah diakui pasar.

"Yah, meskipun tangan jadi agak kasar sekarang," ucapnya sembari tersenyum.

Baca juga: Di Tangan Sidik, Gerabah Bayat Naik Kelas dan Raih Penghargaan UNESCO

Kesulitan Bahan Baku

Rani Anjani (22), gadis asal Cianjur, Jawa Barat, saat mengerjakan proses pembuatan cobek. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Rani Anjani (22), gadis asal Cianjur, Jawa Barat, saat mengerjakan proses pembuatan cobek. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.
Rani menjelaskan, semakin berkurangnya jumlah perajin bukan karena permintaan pasar akan cobek maupun tungku yang berkurang, melainkan ketersediaan bahan baku yang semakin sulit didapat.

"Kadang ada orderan tapi tanahnya tidak ada. Ini pun dapat dari luar kampung," tutur Rani sambil menunjuk tumpukan karung berisi tanah. 

Menurutnya, tanah yang dibutuhkan harus yang bagus dan sesuai kriteria, yakni tanah pesawahan yang tidak tercampur batu.

"Mungkin karena sekarang sawah-sawahnya sudah makin sedikit, jadinya susah dapat tanahnya," ucap dia.

Tanah liat sendiri bukan bahan satu-satunya dalam membuat gerabah, karena harus dicampur dengan pasir agar memiliki daya rekat yang kuat.

"Kalau buat coet atau cobek pasirnya harus banyak, kalau tidak bisa pecah saat dibakar. Perbandingannya ya sekitar tigaperempat pasir dengan tanahnya," ujar Rani.

Baca juga: 5 Fakta Mbah Sarmi, Pembuat Gerabah sejak Zaman Penjajahan Belanda

 

Ingin punya alat modern pengaduk bahan

Rani Anjani (22), perajin gerabah asal Cianjur, Jawa Barat, sedang menata cobek-cobek yang dibuatnya. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Rani Anjani (22), perajin gerabah asal Cianjur, Jawa Barat, sedang menata cobek-cobek yang dibuatnya. Rani bertekad meneruskan usaha keluarganhya yang diwariskan secara turun temurun ini.
Rani bersyukur, selama pandemi Covid-19, usahanya tidak begitu terdampak, kendati diakuinya mengalami sedikit penurunan pesanan.

"Sebenarnya pesanan tetap ada. Tapi, karena ada pembatasan-pembatasan kan yah, jadinya berpengaruh ke pendistribusiannya," katanya.

Ke depan, Rani berharap bisa punya mesin atau alat sejenis molen agar dalam proses pengadukan bahan baku bisa lebih cepat dan efektif.

“Selama ini kan dikerjakan manual. Jadinya, makan waktu berhari-hari,” ucap gadis berambut panjang ini.

Baca juga: Cerita Mama Anastasia dan Gerabah Peninggalan Nenek Moyang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

10 Kuliner Salatiga yang Legendaris, Ada Enting-enting Gepuk

Regional
Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Curi Sepeda Motor Petani, 2 Pria di Sumba Timur Ditangkap Polisi

Regional
Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Kapolda Riau: Tak Ada lagi yang Namanya Kampung Narkoba, Sikat Habis Itu

Regional
Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Saksikan Pertandingan Timnas U-23 Lawan Korsel, Ibunda Pratama Arhan Mengaku Senam Jantung

Regional
Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Kisah Ernando Ari, Dididik ala Militer hingga Jadi Kiper Jagoan Timnas Indonesia

Regional
Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Regional
Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Regional
Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Regional
Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Regional
Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, 'Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta'

Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, "Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta"

Regional
Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Regional
Sempat Menghilang, Pedagang Durian 'Sambo' Muncul Lagi di Demak

Sempat Menghilang, Pedagang Durian "Sambo" Muncul Lagi di Demak

Regional
Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Regional
Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Regional
Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com