Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Guru Honorer, Dilema antara Gaji Rendah dan Pengabdian Tanpa Kepastian

Kompas.com - 22/02/2021, 11:01 WIB
Rachmawati

Editor

Ibu tiga anak itu harus mencari kerja sampingan - membuat bingkai lukisan kanvas- untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan membayar kuliah anak bungsunya di tengah sang suami yang tidak bekerja karena sakit jantung.

Baca juga: Guru Honorer Unggah Gaji Rp700 ribu Dipecat, Tanggapan PGRI dan FSGI

Shinta memutuskan tetap menjadi guru di tengah minimnya penghargaan karena mencintai pekerjaannya.

"Ibu berhak atau wajib mencerdaskan anak bangsa, walaupun gajinya yang begitu… itulah motivasi Ibu. Ini sebagai pengabdian Ibu," kata Shinta.

Terkait program PPPK, Shinta akan mencoba karena tidak ada pilihan.

Baca juga: Polisi Jadi Guru Dadakan, Turun ke Kampung Mengajar Anak-anak di Papua

"Pemerintah harus membuka mata kepada guru-guru honorer yang kondisinya seperti Ibu yang umurnya sudah menginjak 50 tahun," katanya.

Shinta berharap pemerintah merangkul guru-guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.

"Satu kebanggan kami guru honorer yang sudah tua itu diangkat menjadi guru PNS," katanya.

Baca juga: Begini Isi Unggahan Guru Honorer di Bone yang Berujung Pemecatan Lewat Pesan Singkat

Guru honorer di Kalimantan Timur: Kalau saya tidak mengajar, siapa lagi?

Jika guru honorer di pulau Jawa yang dekat dengan pusat kekuasaan negara saja mengeluh, bagaimana dengan mereka yang mengabdi di tempat yang jauh dari pandang?

Ruth bertahan menjadi guru honorer SDN selama 12 tahun di daerah pedalaman Kalimantan Timur karena tidak ada yang mau mengajar di sana.

"Saya bertahan karena kasihan melihat anak-anak di sini, banyak yang putus sekolah, tidak bisa baca, hitung dan kalau saya berhenti, tidak ada yang mau mengajar. Seandainya memperhitungkan gaji, sudah dari dulu saya berhenti," kata Ruth.

Baca juga: Lewat Pesan Singkat, Guru Honorer Ini Dipecat...

Ruth bercerita, awal menjadi guru mendapat Rp 150.000 per bulan, "padahal saya jual sayur satu minggu di pasar saja bisa dapat Rp 200.000 Gajinya terlalu rendah," katanya.

Namun Ruth memutuskan tetap menjadi guru karena ia dan murid saat itu terlanjur akrab dan sayang.

"Lalu saya mengajar sampai gaji Rp 300.000 hingga sekarang Rp 1 juta," kata Ruth yang ditemani satu guru lain mengajar murid SD dari kelas pertama hingga enam.

Saat ini, akibat wabah virus corona yang melarang bertemu, Ruth secara sembunyi-sembunyi melakukan tatap muka tiga kali seminggu dengan murid.

Baca juga: Guru Honorer Unggah Foto Gaji Rp 700.000, DPR Soroti Tingkat Kesejahteraan yang Rendah

"Tidak bisa belajar online di sini karena internet jelek, dan buat makan saja susah apalagi beli HP. Kalau tidak curi waktu turun mengajar, anak-anak tidak bisa apa-apa. Ini sudah mau kenaikan kelas, anak mengeja bahkan pegang pensil saja tidak bisa, saya sedih lihatnya," katanya.

Saat ini, Ruth menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya sakit dan tidak bisa bekerja. Jadi di sela waktu mengajar, Ruth bekerja sebagai petani.

Seluruh gajinya diberikan untuk kebutuhan hidup anaknya yang menempuh pendidikan SMA di Kota Samarinda.

Baca juga: Kemendikbud Beri Tempat Sekolah bagi Guru Honorer yang Dipecat di Bone

"Saya mau anak saya sukses dan lebih baik dari saya," ujarnya.

Ruth yang hanya lulusan sekolah pendidikan guru berharap kepada pemerintah agar mengangkatnya sebagai pegawai tetap dengan memperhitungkan lama pengabdian dan juga daerah ia mengajar, di pedalaman.

"Saya coba PPPK tapi tidak bisa karena minimal lulus S1, saya jadi PNS juga tidak bisa, tolong perhitungkan jasa saya selama ini," katanya.

Dengan status sebagai pegawai tetap, ia akan mendapatkan ketenangan bekerja sebagai guru dan mengabdikan seluruh hidupnya mengajar anak-anak di pedalaman untuk dapat bermimpi.

Baca juga: Fakta Guru Honorer Dipecat Setelah Unggah Gaji Rp 700.000, Sakit Tumor Payudara dan Dipecat oleh Suami Kepala Sekolah

Guru honorer di Kalimantan Barat: 'Saya bertahan karena cinta'

Aston Sianturi, penyandang disabilitas, merangkak saat menerima SK CPNS dari Walikota Pematangsiantar, Hefriansyah di ruang serbaguna BAPPEDA Pematangsiantar, Selasa 29 Desember 2020. Dok: Humas Pemkot Pematangsiantar Aston Sianturi, penyandang disabilitas, merangkak saat menerima SK CPNS dari Walikota Pematangsiantar, Hefriansyah di ruang serbaguna BAPPEDA Pematangsiantar, Selasa 29 Desember 2020.
Di suatu kabupaten di Kalimantan Barat, Sari harus mengajar di tiga sekolah dan memberikan les tambahan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Penghasilan Sari dari guru honorer selama 10 tahun jauh dari kata cukup. Ia mendapat gaji dari dana BOS sekitar Rp 400.000 per bulan atau Rp 35.000 per jam.

"Gaji Rp400 ribu itu sangat tidak cukup, dan baru diterima 3-4 bulan sekali menunggu dana BOS sampai ke sekolah. Saya masih bertahan hingga sekarang karena mencintai pekerjaan ini. Jadi saya mengajar di banyak tempat untuk bertahan, tapi sampai kapan saya bisa seperti ini?" kata Sari.

Sari berharap sentuhan tangan dari pemerintah.

"Di daerah saya, banyak guru honorer yang hanya lulus SMA, tidak S1, khususnya di pedalaman-pedalaman yang sudah mengabdi puluhan tahun. Kami bertahan karena mencintai pekerjaan dan anak-anak," ujarnya.

Baca juga: Gegara Unggah Gaji Rp 700.000 di Medsos, Guru Honorer Dipecat, Ini Kata Kepala Sekolah

Guru honorer di Sulawesi Selatan: Gaji berkali lipat di bawah UMR

Para guru honorer merampungkan garapan melukis dinding TK Pertiwi Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Minggu (17/5/2020) pagi. Pekerjaan ini mereka lakoni untuk mendapatkan tambahan penghasilan di tengah situasi pandemi Covid-19.KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO NUGROHO Para guru honorer merampungkan garapan melukis dinding TK Pertiwi Sulursari, Kecamatan Gabus, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Minggu (17/5/2020) pagi. Pekerjaan ini mereka lakoni untuk mendapatkan tambahan penghasilan di tengah situasi pandemi Covid-19.
Di selatan Pulau Celebes, selesai kuliah tahun 2007, Putri bekerja menjadi guru honorer dengan gaji Rp 300.000 selama tiga tahun yang kemudian naik menjadi Rp 500.000.

Tujuh tahun berlalu, terjadi pergantian kepala sekolah dan gaji Putri turun menjadi Rp 90.000-am per bulan hingga sekarang - dibayar pertiga bulan karena berasal dari dana BOS.

"Alasan kepala sekolah karena berdasarkan jam mengajar, bukan lama pengabdian," kata Putri yang telah mengabdi sekitar 14 tahun."

"Jumlah gaji tersebut kata Putri jauh dari kata cukup, "di bawah standar, bahkan dibandingkan sama cleaning service yang dapat UMR saja kita berapa kali lipat di bawahnya," keluh Putri.

Baca juga: Pengakuan Pegawai Honorer Pemprov Kalbar yang Sebut Vaksin Hancurkan Rakyat Indonesia

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Putri pun membuka usaha jual beli online dan kuliner.

"Usia saya sudah tidak muda, teman-teman yang lain ada yang mengabdi 20 tahun, 25 tahun dan masih honorer sampai sekarang. Kami harap tolong sedikit saja disejahterakan," kata Putri.

Baca juga: Belasan Tahun Mengabdi Jadi Guru Honorer, Hervina Dipecat lewat Pesan Singkat Usai Unggah Gaji 700.000 ke Medsos

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com