Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metode Sel Dendritik dalam Vaksin Nusantara Diklaim Pertama di Dunia Digunakan untuk Covid-19

Kompas.com - 18/02/2021, 18:37 WIB
Riska Farasonalia,
Khairina

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Pengembangan Vaksin Nusantara dengan metode sel dendritik autolog atau komponen sel darah putih disebut menjadi yang pertama kali di dunia untuk Covid-19.

Dosen dan peneliti Vaksin Nusantara, Dr. Yetty Movieta Nency mengatakan sebenarnya metode sel dendritik autolog ini bukan merupakan hal yang baru.

Sebab, di luar negeri metode ini telah digunakan untuk pengobatan penyakit melanoma atau kanker kulit.

"Sel dendritik sudah lama dipakai. Di luar negeri untuk vaksin penyakit lain, bukan hal baru. Tapi karena ada Covid ini kita adopt. Di luar negeri untuk penyakit melanoma dan imun lainnya. Dengan sel dentritik hasilnya bagus. Di Indonesia ini baru pertama kita kenalkan. Kalau untuk Covid-19 bisa dibilang pertama kali di dunia," kata Yetty di RSUP Kariadi Semarang, Kamis (18/2/2021).

Baca juga: Vaksin Nusantara Berbasis Sel Dendritik, Kelebihannya Aman dan Bersifat Personal

Ia menjelaskan penelitian Vaksin Nusantara menggunakan metode sel dendritik autolog ini bersifat personal.

"Sel dendritik autolog merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan rekombinan antigen protein S dari SARS-COV-2," katanya.

Proses pengambilan sampel dendritik hingga menjadi vaksin memakan waktu inkubasi sekitar seminggu.

Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan kedalam tubuh kembali.

"Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2," ucapnya.

Kelebihan dari vaksin Nusantara ini selain dinilai aman dan halal juga bersifat personal.

"Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi Insya Allah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang," ujarnya.

Ia mengungkapkan vaksin Nusantara bisa menjadi alternatif bagi pasien yang tidak masuk kriteria vaksinasi selama ini.

"Salah satu alternatif untuk orang-orang yang tidak bisa masuk kriteria vaksin karena banyak dengan penyakit berat. Misalnya kanker, dengan dendritik dimungkinkan bisa vaksin," lanjutnya.

Saat ini, penelitian vaksin buatan anak negeri ini telah memasuki uji klinis fase II yakni tahapan keamanan dan efektifitas yang bakal dilakukan kepada sebanyak 180 relawan.

Proses persiapan uji klinis fase II dan rekruitmen relawan sedang dilakukan sembari menunggu izin penelitian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turun.

"Setiap fase penelitian harus mendapatkan izin dulu dari BPOM. Ini sedang persiapan untuk rekruitmen relawan, screeningnya ketat syaratnya dalam kondisi sehat tidak ada riwayat penyakit berat. Sama dengan vaksin lainnya," ujarnya.

Baca juga: Tahap Uji Klinis Fase II Vaksin Nusantara Akan Diikuti 180 Relawan, Screening Ketat

Pemrakarsa pembuatan Vaksin Nusantara yakni mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Dalam pengembangannya, penelitian Vaksin Nusantara dilakukan oleh tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), RSUP Kariadi Semarang dan Balitbangkes Kemenkes serta bekerjasama dengan AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat dalam penyediaan reagen.

Ke depannya, diharapkan pengerjaan Vaksin Nusantara bisa diproduksi di semua fasilitas kesehatan secara massal.

"Diproduksi massal itu kit dan metodenya kita sosialisasikan ke beberapa institusi yang bisa mengerjakan serupa. Karena bersifat personal jadi kita ambil kita buat sesuai persyaratan yang ditentukan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com