Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Kopi Wonogiri, Potensi dan Sejarahnya

Kompas.com - 06/02/2021, 06:19 WIB
Setyo Puji

Editor

Namun demikian, ia tak memungkiri bahwa masih banyak kendala yang dihadapi. Utamanya terkait dengan kesadaran para petani dalam melakukan pemrosesan kopi sebelum dijual.

Dikatakan Bagus, kopi jenis arabika di Wonogiri dijual seharga Rp 70.000 - 75.000 per kilogram. Harga itu melonjak drastis dibandingkan tahun 2018 yang hanya dikisaran Rp 20.000 per kilogram.

Sedangkan jenis robusta dijual seharga Rp 35.000-50.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 15.000 per kilogram.

Melonjaknya harga jual itu seiring dengan kesadaran dan pemahaman para petani kopi yang meningkat dalam memproses kopi. Mulai dari memetik biji kopi yang sudah matang hingga proses setelahnya sebelum dijual.

"Karena itu, bagi para petani yang tidak ingin repot, biasanya lebih memilih menjual ke tengkulak. Karena kalau ke tengkulak tidak perlu memilah mana biji kopi yang sudah matang atau belum. Hanya saja harganya jauh lebih rendah," jelasnya.

Baca juga: Kedai Kopi Kisaku Olah Ampas Kopi Jadi Sabun, Begini Prosesnya

Karena hasil budidaya kopi di Wonogiri dianggap relatif masih terbatas, lanjut Bagus, kopi yang dihasilkan dari para petani saat ini hanya untuk mencukupi kebutuhan pasar lokal.

Bagus sendiri juga belum berkeinginan untuk mendorong para petani binaannya itu untuk melakukan ekspor. Sebab, masih banyak pekerjaan yang harus dibenahi.

"Meskipun potensinya bagus, namun kita belum mengincar pasar ekspor. Saat ini kita lebih fokus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya," ungkap bagus.

Sejarah

Dilansir dari laman puromangkunegaran, budidaya tanaman kopi di daerah Mangkunegara ternyata sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1814.

Hal itu karena melihat potensi dari komoditas biji kopi yang laku keras di pasar internasional dan dianggap mampu menopang perekonomian kerajaan.

Dengan pertimbangan tersebut, Mangkunegara IV saat itu memfokuskan daerah Wonogiri dan Karanganyar untuk dijadikan sebagai sentra budidaya tanaman kopi.

Pemilihan lokasi di daerah tersebut karena kondisi geografisnya yang dinilai cocok untuk melakukan penanaman kopi karena berada di dataran tinggi.

Tak hanya itu, pada awal tahun 1850 penanaman kopi di wilayah Mangkunegaran juga ditangani secara serius.

Baca juga: Kemendag Dorong Ekspor Kopi Gayo ke Pasar Kanada

Salah satunya dengan mendatangkan administratur kopi dari Eropa yang bergelar panewu kopi dan mantri kopi.

Di setiap daerah juga didirikan gudang untuk penampungan kopi dan pesanggrahan sebagai tempat tinggal para administratur.

Upaya yang dilakukan Mangkunegara IV saat itu berhasil memperoleh keuntungan yang signifikan, sehingga mendongkrak perekonomian kerajaan.

Dari 1.208 kwintal pada tahun 1842 menjadi 11.145 kwintal pada tahun 1857 dan terus meningkat pada tahun setelahnya.

Bahkan, selama rentang waktu 1871-1881, Mangkunegara IV berhasil menambah kas kerajaan sebesar f 13.873.149,97 atau rata-rata f 1.261.195,45 per tahun dari hasil produksi kopi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com