Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya di Pulau Lantigiang, Asdianti Juga Beli Lahan di Pulau Latundu Besar

Kompas.com - 04/02/2021, 15:02 WIB
Hendra Cipto,
Khairina

Tim Redaksi

 

MAKASSAR, KOMPAS.com – Pengusaha properti, Asdianti, mengungkapkan bahwa dirinya telah membeli dua lahan di Pulau Lantigiang dan Pulau Latundu Besar.

Hal tersebut diungkapkan Asdianti yang disebut pembeli Pulau Lantigiang, di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, ketika ditemui di Makassar, Rabu (3/2/2021).

Menurut Asdianti, dirinya sebagai investor yang tidak pernah direspons selalu dipermasalahkan ketika ingin berinvestasi di kampung halamannya.

Asdianti mengaku, dirinya merupakan orang asli Selayar yang telah 21 tahun tinggal di Provinsi Bali dan membangun usaha properti selama 10 tahun.

“Saya tidak pernah membeli Pulau Lantigiang, tapi saya membeli lahan kebun warga. Ada dua lahan yang saya beli, termasuk lahan di Pulau Latundu besar pada tahun 2017, tapi ditolak BPN. Saya urus lagi Pulau Lantigiang dengan memenuhi syarat-syarat yang diberikan Balai Taman Nasional Taka Bonerate, tapi tidak ada balasan. Selanjutnya saya ajukan ke PTUN Makassar, putusan akhir memutuskan mengabulkan permohonan saya untuk menindaklanjuti sarana wisata alam,” ungkapnya.

Baca juga: Pengakuan Pembeli Pulau Lantigiang: Saya Beli Tanah, Bukan Pulau dan Sudah Konsultasi Taman Nasional

Asdianti menjelaskan, dirinya tidak membeli Pulau Lantigiang seperti yang dituduhkan. Namun, dirinya membeli lahan kebun milik Syamsul Alam seluas 4 hektar, sedangkan luas Pulau Lantigiang 7,3 hektar.

“Saya membeli hak atas tanah di atas Pulau Lantigiang milik Syamsul Alam. Luas Pulau Lantigian itu 7 hektar lebih, tapi saya membeli kebun sekitar 4 hektar milik Syamsul Alam. Jadi saya beli sekitar 70 persen luas dari tanah di Pulau Lantigiang. Saya membeli tanah ke Syamsul Alam yang dulu orangtuanya berkebun sejak tahun 1947,” terangnya.

Asdianti mengakui, hak tanah yang dibelinya itu bukan sertifikat hak milik. Dia pun mengetahui bahwa di kawasan Taman Nasional Takabonerate tidak ada tanah bersertifikat.

“Jadi yang saya minta hak pengelolaan untuk membangun resor di Pulau Lantigiang. Saya tahu kawasan itu. Makanya pada tahun 2017, saya ke pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate untuk berkonsultasi. Pihak balai menjelaskan bahwa Pulau Belang-belang, Pulau Lantigiang dan beberapa pulau lainnya di kawasan itu masuk dalam zona pemanfaatan. Jadi bisa dimanfaatkan, makanya saya urus, tapi tidak mendapat respons dari pihak Balai Taman Nasional Taka Bonerate,” jelasnya.

Asdianti pun menjelaskan bahwa lahan yang dia beli di Pulau Latundu Besar itu pernah diurus hak kepemilikannya di Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada tahun 2017.

Namun, pengajuannya ditolak oleh BPN sehingga dia pun mengajukan hak pengelolaan.

“Saya melihat bagus untuk dimanfaatkan Pulau Lantigiang dan Pulau Latundu Besar sebagai resort untuk obyek wisata. Dengan terbukanya resor yang saya akan buat, tentu membuka lapangan kerja bagi masyarakat Kabupaten Kepulauan Selayar. Dengan dibukanya resor-resor di Selayar, nantinya bisa seperti Bali destinasinya,” jelasnya.

Baca juga: Bupati Selayar: Penjual Pulau Lantigiang Anggap Pulau Itu Haknya dan Pernah Urus Sertifikat ke BPN

Asdianti menuturkan, dirinya membeli lahan kebun milik Syamsul Alam sebesar Rp 900 juta sebagai ganti rugi ahli waris yang orangtuanya telah berkebun di Pulau Lantigiang sejak 1947.

Meski telah membeli kebun di Pulau Lantigiang, dia pun mengaku mengajukan pengelolaan lahan ke Balai Taman Nasional Taka Bonerate.

“Saya hargai masyarakat kecil yang punya lahan sepenuhnya. Jangan main ambil-ambil saja lahan masyarakat. Kalaupun saya diberi izin pengelolaan, tapi saya tidak membayar hak masyarakat bisa bermasalah di belakang. Kalau Balai Taman Nasional Takabonerate kan baru ada pada tahun 2000-an, sedangkan masyarakat di kawasan itu ada sebelum Balai Taman Nasional Takabonerate ada. Otomatis masyarakat yang berkebun kan ada nenek moyangnya mereka," katanya.

Asdianti menambahkan, harusnya pemerintah mendukung investor untuk membangun Selayar dan tidak menghalangi untuk berinvestasi.

“Saya mengajukan pemanfaat Pulau Lantigiang, tapi tidak direspons. Saya sudah memenuhi syarat-syarat Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Saya mengajukan ke PTUN Makassar dan permohonan saya dikabulkan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan pengelolaan Balai Taman Nasional Taka Bonerate untuk dijadikan sarana wisata alam,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com