Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Selayar: "Penjual" Pulau Lantigiang Anggap Pulau Itu Haknya dan Pernah Urus Sertifikat ke BPN

Kompas.com - 02/02/2021, 06:49 WIB
Hendra Cipto,
Khairina

Tim Redaksi

 

SELAYAR, KOMPAS.com – Bupati Kepulauan Selayar, Basli Ali menegaskan, Pulau Lantigiang tidak bisa diperjualbelikan dan masuk dalam kawasan konservasi Balai Taman Nasional Taka Bonerate.

“Jadi itu pulau itu berada di kawasan konservasi di Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Jadi seharusnya di sana itu, pemerintah Desa Jinato ini tidak bisa ikut memperjualbelikan pulau. Itukan pengelolaan ada di kementerian, jadi tidak bisa diperjualbelikan,” jelasnya.

Basli Ali pun meminta aparat kepolisian segera menuntaskan kasus Pulau Lantigiang yang diperjualbelikan.

“Kasus ini sudah ditangani Polres Selayar dan kita tunggu proses hukumnya oleh penyidik. Jelas itu Pulau Lantigiang tidak bisa diperjualbelikan,” katanya.

Baca juga: Pengakuan Pembeli Pulau Lantigiang: Saya Beli Tanah, Bukan Pulau dan Sudah Konsultasi Taman Nasional

Basli Ali mengungkapkan sosok penjual Pulau Lantigiang yang merupakan warganya.

Penjual Pulau Lantigiang, Syamsul Alam menganggap itu haknya sebagai ahli waris.

Di mana orang tua Syamsul Alam pernah melakukan aktivitas di pulau tersebut.

“Jadi ini seakan akan menganggap punya orangtua yang pernah melakukan aktivitas di pulau kosong itu. Sehingga pada tahun 2015, Syamsul Alam merasa sebagai ahli waris membuatkan surat keterangan kepemilikan yang disetujui dan disaksikan kepala dusun dan kepala desa sebelumnya yang kini tidak menjabat lagi,” jelasnya.

Baca juga: Pulau Lantigiang Selayar Sulsel Diduga Dijual Rp 900 Juta, Pembeli Sudah Bayar Rp 10 Juta

Basli Ali menggungkapkan, Syamsul Alam pernah mengajukan pembuatan sertifikat tanah di Pulau Lantigian seluas 7,3 hektar ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Namun, pengajuan pengurusan legalitasnya untuk penerbitan sertifikat ditolak.  

“Luas Pulau Lantigian sekitar 7,3 Ha dalam pengelolaan Balai Taman Nasional. Ternyata dia pernah berkoordinasi dengan BPN  dan sempat mengurus legalitasnya untuk penertiban sertifikatnya. Namun ditolak oleh BPN, karena itu tanah milik negara,” terangnya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com