Koleksi tato di tubuhnya tidak lepas dari kehidupan Yuda yang bergaul dengan anak punk.
Padahal sebelumnya, dia merupakan santri saat duduk di bangku taman kanak-kanak dan SD di Klaten.
Lulus SD, Yuda melanjutkan pendidikan di pesantren dakwah di Salatiga.
Dia kemudian kabur karena tidak betah hingga memilih hidup di jalan sebagai anak punk.
"Dulu saya pernah kabur dari pesantren. Memilih hidup di jalan. Nyari teman ke Semarang, lalu ke Jakarta. Terus jalan ke Merauke, Bali, dan Aceh," jelas Yuda.
Yuda pun mencari uang dengan cara mengamen, tukang tato, dan berjualan kaus.
"Datang ke acara-acara cari teman buat silaturahmi. Jualan kaus buat hidup dan ngamen di jalan," ucap dia.
Baca juga: Tangis Anak Polisi yang Jadi Korban Longsor Manado: Ayah, Saya Lapar, Buatkan Telur
Akhirnya dia memutuskan untuk kembali mendalami ilmu agama yang sudah lama dia tinggalkan.
Dia kembali ingat-ingat hafalan surat Al Quran yang sebetulnya sudah mencapai 24 juz semasa di pesantren.
Dia juga menemui para ulama untuk memperdalam ilmu agamanya dan berharap dapat berdakwah di kemudian hari.
"Habis Lebaran tahun ini saya keluar empat bulan (berdakwah). Sekarang ini memperbaiki bacaan Al Quran saya dulu, mengulang hafalan yang sudah 24 juz," katanya.
Yuda bercerita, ulama di Jawa Barat memberinya nama Sa'ad Al-Maliki yang diambil dari nama salah satu sahabat Rasullullah.
"Nama sahabat Rasulullah, Sa'ad. Tidak terkenal di bumi, tapi terkenal di langit," katanya.
Baca juga: 5 Fakta Gunung Semeru Meletus, Hujan Abu hingga Potensi Banjir Lahar Dingin
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.