Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi IV Kaji Isu Jutaan Hektare Hutan Dikuasai Segelintir Pengusaha

Kompas.com - 27/12/2020, 06:11 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi mengatakan, pihaknya akan mengundang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meminta penjelasan terkait isu yang beredar di grup WhatsApp tentang kepemilikan hak guna usaha tanah dalam bentuk hutan dengan jumlah fantastis hingga jutaan hektare senilai ratusan triliunan rupiah.
Tanah tersebut dikuasai segelintir orang melalui perusahaan besar.

“Untuk membuktikan kebenaran isu yang beredar itu, maka saya sebagai wakil ketua Komisi IV berencana mengundang Kemeneterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar memberi penjelasan komprehensif tentang masalah itu yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu, sejak order baru dan tidak berubah sampai saat ini, malah mengalami penambahan,” kata Dedi ketika dikonfirmasi Kompas.com, Minggu 26/12/2020).

Baca juga: Sengketa Lahan Ponpes Rizieq Shihab di Megamendung, Berdiri di Tanah HGU PTPN VIII dan Diklaim Sudah Dibeli dari Petani

Dedi mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) diharapkan mengkaji masalah HGU hutan jutaan hektare yang dimiliki beberapa perusahaan besar. Kajian itu diperlukan dalam upaya melakukan penataan pembangunan dan kepemilikan hak atas tanah yang berkeadilan.

“Sehingga diharapkan memberi dampak sebagaimana semangat Pak Presiden Jokowi untuk masyarakat kecil agar mendapat hak atas tanah yang memadai sebagai bagian dari reformasi agraria,” kata politisi Golkar itu.

Dalam kajian itu, lanjut Dedi, pihaknya akan melihat tentang prosedur pemberian izin HGU apakah sudah sesuai aturan atau belum.

Selain itu, apakah HGU itu benar-benar dimanfaatkan atau tidak. Apakah hutan-hutan yang dikuasai segelintir pengusaha besar itu sudah terkelola dengan baik atau belum. Kalau areal hutan itu belum terkelola dengan baik dan masih dalam bentuk hutan, maka pihaknya menyarankan agar LHK melakukan evaluasi sehingga hutan yang lebat dan masih berstatus HGU dikembalikan menjadi hutan adat atau lindung.

“Itu seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah beberapa waktu lalu. Ada pembelian 19.000 hektare hutan. Hampir 9.000 hektare sudah dibuka dan menimbulkan konflik,” katanya.

Hutan yang dimaksud Dedi itu berada di Kinipan. Berdasarkan hasil kunjungan Komisi IV, Dedi menyarankan agar sisa hutan Kinipan yang belum terpakai, yakni sekitar 10.000 hektare, jangan ditebang, tetapi dikembalikan menjadi hutan adat.

“Itu salah satu contoh kasus yang bisa diikuti oleh perusahaan lain yang tersebar di Sumatera, Riau, Aceh dan wilayah lain sebagai bagian dari upaya menjaga keutuhan hutan,” kata Dedi.

Sebelumnya, beredar isu tentang kepemilikan HGU hingga jutaan hektare yang dikuasai oleh beberapa perusahaan besar. Nilai HGU itu mencapai ratusan triliunan rupiah.

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD merespons isu tersebut dengan menunjukkan keterkejutan.

"Ini gila. Penguasaan itu diperoleh dari pemerintahan dari waktu ke waktu, bukan baru," kata Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya yang dikutip Kompas TV pada Jumat (25/12/2020).

Baca juga: Omnibus Law Atur HGU 90 Tahun, KPA: Lebih Parah dari Masa Penjajahan

Mahfud mengakui, masalah tersebut terbilang rumit untuk diselesaikan karena para perusahaan itu mendapatkan HGU tanah secara sah sesuai aturan legal formal. Namun ia yakin pemerintah bisa menyelesaikannya demi memenuhi rasa keadilan.

Dedi mengatakan, rencana mengundang Kementerian LHK pada awal Januari 2020 itu sebagai tindak lanjut harapan Mahfud MD.

“Saya sambut Pak Mahfud MD soal kepemilikan HGU dengan membuat rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” kata Dedi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com