Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Perempuan Penjaga Hutan Lindung di Aceh, Bertemu Pembalak Liar hingga Pasang Tapal Batas

Kompas.com - 16/12/2020, 06:30 WIB
Rachmawati

Editor

'Pintu masuk yang penting'

Kehadiran Lembaga Pelindung Hutan Kampung MpU Uteun yang beranggotakan ranger dari kalangan ibu rumah tangga ini, tak lepas dari bantuan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh.

Yayasan melihat upaya warga Desa Damaran Baru dalam melarang perambah hutan atau pelaku penebangan liar selama ini sudah sering dilakukan, tapi tak punya kekuatan hukum. Kehadiran lembaga diharap memperkuat dari aspek hukum.

Staf Comunity Conservation yayasan itu, Rubama, mengatakan, "Akhirnya proses panjang yang kita lakukan dari 2018, masyarakat Damaran Baru memperoleh izin mengelola kawasan hutan lindung yang nantinya akan berkontribusi banyak untuk sustainability ekologi.

Baca juga: 25 Hektare Lahan Hutan Longsor dan Timbun 50 Hektare Sawah Warga

"Juga bagaimana masyarakat punya akses dan kontrol agar tidak terjadi bencana dan mereka bisa memanfaatkan dari segi ekonomi hijaunya itu sampai 35 tahun ke depan. "

Desa Damaran Baru yang berjarak 5-7 km dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) merupakan salah satu pintu masuk ke kawasan hutan lindung itu.

Menurut pegiat, kerusakan di hilir akan berdampak bagi hulu yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati.

"Damaran ini menjadi salah satu penyangga, karena satwa liar juga ada disana, keanekaragaman hayati juga sangat luar biasa tumbuh disana, artinya di sekelilingnya juga harus tetap dijaga, jadi bicara penyangga juga tidak hanya berbicara 251 hektare tapi juga ada hutan lindung di sekitarnya yang harus tetap kita jaga bersama," kata Rubama.

Baca juga: Bertahan Melawan Penambangan Emas Ilegal, Warga Hutan Desa Lubuk Bedorong Jambi Sampai Bakar Alat Berat Pelaku

'Jas hujan dari plastik dan imbalan Rp100.000'

Hutan lebat tropis, dengan jalan menanjak, yang tak jarang terjal dan dipenuhi batu-batu besar, merupakan hal yang dihadapi ranger perempuan ini tatkala berpatroli sehari-hari. Hidayatullah/BBC Indonesia Hutan lebat tropis, dengan jalan menanjak, yang tak jarang terjal dan dipenuhi batu-batu besar, merupakan hal yang dihadapi ranger perempuan ini tatkala berpatroli sehari-hari.
Sejak terbentuk pada tahun 2018 hingga mendapat legalitas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan setahun kemudian, kelompok perempuan penjaga hutan ini sudah melakukan berbagai bentuk kegiatan secara swadaya.

Mulai dari melarang perambahan hutan, memasang tapal batas, papan pemberitahuan, hingga patroli rutin.

Setiap kali patroli mereka mengaku diberi imbalan sebesar Rp100.000 per orang.

Baca juga: Kadang-kadang Satgas Tinombala Lewat, Jarak 10 Meter, 20 Meter, Mereka Tiarap Enggak Ketahuan karena Hutan Lebat

Hutan lebat tropis, dengan jalan menanjak, yang tak jarang terjal dan dipenuhi batu-batu besar, merupakan hal yang dihadapi ranger perempuan ini tatkala berpatroli sehari-hari.

Namun hal itu tak membuat gentar, justru hal lainlah yang mereka rasakan sebagai sisi duka dalam menjalankan tugas.

"Dukanya ini kami jadi ranger, yang selama ini kami lakukan dengan kemampuan fisik kami dan alat-alat yang kami pakai itu dengan memakai alat sendiri. Salah satunya sepeda motor.

Baca juga: Kabur ke Hutan Saat Gunung Ile Lewotolok Erupsi, 5 Anak di Desa Waienga Dikabarkan Hilang

"Atribut ranger juga begitu, baik dari seragam kami, mana baju hujan, kami hanya menggunakan plastik yang harganya satu meter Rp2.000. Di mana kami kehujanan, kami buat gubuk derita, walaupun dari daun pisang," kata Sumini.

Namun semua itu tak membuat para ibu rumah tangga ini gentar. Sumini sebagai ketua Lembaga Pelindung Hutan Kampung MpU Uteun terus memotivasi kelompoknya.

"Kami sudah sepakat, memang kalau bisa, kami ranger ini [kerja] dengan ikhlas, dengan swadaya dan apapun yang terjadi, kami akan tetap berjalan. Mungkin dengan tetap berjalan yang kami lakukan secara swadaya ini, ada instansi lain yang memperhatikan kami, itu harapan kami. "

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com