Salah satunya kemudian memulai sejumlah instruksi. Sumini, namanya. Perempuan usia 46 tahun yang merupakan ketua Lembaga Pelindung Hutan Kampung Mpu Uteun.
Sumini mengatakan tujuan mereka mendirikan organisasi ini untuk menjaga hutan dari perambahan, terlebih lagi banjir bandang pernah menimpa desa mereka pada tahun 2015, yang merusak sekitar 12 rumah.
"Selama ini telah terjadi perambahan merajalela oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk dijadikan kebun kopi. Makanya sekarang, sudah banyak terjadi longsor, bencana alam terus terjadi di kampung kami.
"Jadi MpU Uteun ini sangat bersemangat untuk menjaga hutan, agar tidak terus terjadi banjir bandang yang sangat mengerikan," kata Sumini.
Baca juga: Cerita Katarina Wisuda di Hutan Gaharu, Wakil Bupati Sampai Memohon Jaringan Internet ke Presiden
Menurut Sumini, ada sekitar 251 hektare area hutan lindung yang berada di bawah tanggung jawab mereka.
Mereka juga bertugas menjaga Daerah Aliran Sungai (DAS) Wih Gile yang menjadi sumber mata air untuk enam desa tetangganya.
"Karena kalau sudah terus terjadi bencana, sumber air minum kita sudah pasti terganggu. Dari situ kami terus ingin bersemangat dengan ibu-ibunya, gimana terus menerus kami akan menjaga hutan, agar tetap sumber air minum kami, sumber kehidupan kami itu tetap terjaga terus menerus."
Baca juga: Nihil Jaringan Internet, Katarina Terpaksa Wisuda Online di Hutan, Ayah dan Ibu Setia Mendampingi
Sumini menjelaskan, "Kami melakukan patroli selama lima hari dalam satu bulan, dengan dibagi dua regu. Jadi dalam satu bulan itu kami 10 hari melakukan patroli.
Satu regu itu delapan orang, lima laki -laki dan tiga perempuan. Nah, kami selama patroli juga didampingi oleh bapak-bapak dan anak muda juga."
Baca juga: Salurkan Logistik Pilkada ke TPS Desa Terisolasi, Petugas Harus Tembus Hutan dan Arungi Sungai 6 Jam
Kehadiran para ranger perempuan ini dinilai memudahkan para penjaga hutan dalam memberikan arahan bagi pelaku penebangan liar dan perambah hutan.
"Kalau kita ibu-ibu yang ngobrol dengan orang laki-laki yang [lakukan] ilegal logging atau perambah hutan lebih didengarkan, tapi kalau bapak-bapak yang ngomong langsung sama-sama panas," kata Sumini.
Sejauh ini, menurut Sumini, perambah hutan atau pelaku pembalakan liar yang mereka temui adalah warga dari desa sekitar.
Baca juga: Perjuangan Antar Logistik Pilkada ke Pelosok Kalsel, Seberangi Sungai hingga Menginap di Hutan
Penuturan Sumini ini diamini oleh Bustami, Penghulu Hutan (navigator) MpU Uteun.
"Patroli ini sebenarnya sudah ada sebelum dibentuk ranger seperti sekarang. Dulu kami mengajak orang laki - laki nggak mampu, istilahnya tidak didengarkan [oleh perusak hutan] kalau kami yang berbicara. Dari situ terpikirlah kami untuk mengajak ibu-ibu, karena kalau ibu-ibu yang berbicara didengarkan," kata Bustami.