Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pilu Dominggus, 8 Tahun Tak Bisa Berjalan, Diduga Berawal Jatuh dari Sepeda

Kompas.com - 11/12/2020, 09:23 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com - Dominggus (17) hanya bisa terbaring lemah di sebuah gubuk sederhana.

Sang ibu, Regina Deta Karere (38) tampak menunggui putranya, penuh kesabaran.

Sesekali, Dominggus yang berbaring dibantu ibunya untuk duduk sejenak.

Remaja asal Kampung Rada Loko, Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sudah mengalami lumpuh sejak bertahun-tahun yang lalu.

Baca juga: Putra Pertama Lumpuh 8 Tahun Tanpa Sebab, Tiba-tiba Anak Kedua Juga Tak Bisa Berjalan

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk membantu kisah ini. Sumbangan rezeki Anda akan sangat bermanfaat, klik di sini untuk donasi.

Pernah jatuh dari sepeda

Ilustrasi sepedashutterstock Ilustrasi sepeda
Regina menduga, kelumpuhan Dominggus bermula ketika putranya jatuh dari sepeda sewaktu Dominggus duduk di bangku kelas 2 SD.

Sebetulnya tidak ada cedera yang dialami Dominggus saat itu.

Hanya saja, Regina mengatakan, setelah jatuh Dominggus merasakan kedua telapak kakinya gatal-gatal.

Tiga bulan mengalami gatal, tiba-tiba putranya lumpuh.

Kondisinya terus memburuk hingga kini badannya sangat kurus, hanya terbalut kulit dan tulang.

Baca juga: Kisah Pilu Niswa, 8 Tahun Tak Jumpa Anaknya, Saat Bertemu Sudah Sakit Parah dan Butuh Bantuan

 

Ilustrasishutterstock Ilustrasi
Tak tahu penyakitnya

Hingga kini, Regina tidak mengetahui penyakit apa yang menimpa anak pertamanya itu.

"Pernah bawa ke rumah sakit di Weetabula, tapi tidak ada pemeriksaan," kata Regina saat ditemui Kompas.com, Minggu (6/12/2020).

Regina setelah itu tidak pernah lagi membawa Dominggus berobat, sehingga tidak diketahui apa yang sebenarnya menimpa Dominggus.

Putranya tersebut juga terpaksa tidak melanjutkan pendidikan lantaran penyakitnya.

Sebab, bertahun-tahun Dominggus hanya bisa terbaring tak berdaya.

Baca juga: Cerita Katarina Wisuda di Hutan Gaharu, Wakil Bupati Sampai Memohon Jaringan Internet ke Presiden

Tinggal di gubuk reyot

Rumah milik Regina Deta Karere di Kampung Rada Loko, Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (6/12/2020) sore.KOMPAS.com/IGNASIUS SARA Rumah milik Regina Deta Karere di Kampung Rada Loko, Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (6/12/2020) sore.
Regina tak hanya tinggal bersama Dominggus, namun juga dengan anak keduanya, Ferdianus Bali Mema (10).

Mereka hidup di sebuh gubuk reyot seluas 4x5 meter.

Dindingnya hanya terbuat dari kayu dan bambu. Itu pun tidak menutup seluruh bagian.

Tak ayal jika mereka selalu kedinginan saat tidur di malam hari.

Untuk menghidari gigitan nyamuk, mereka menggunakan kelambu di tempat tidur mereka.

Baca juga: Kisah Pilu Harni, Tewas Tertimbun Tanah Longsor di Tawangmangu Saat Ambil Air Wudu

 

Kondisi di dalam rumah milik Regina Deta Karere di Kampung Rada Loko, Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (6/12/2020) sore. KOMPAS.com/IGNASIUS SARA Kondisi di dalam rumah milik Regina Deta Karere di Kampung Rada Loko, Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (6/12/2020) sore.
Anak kedua juga lumpuh

Beban Regina semakin berat karena anak keduanya, Ferdianus juga lumpuh.

Seperti kakaknya, Ferdi lumpuh pada usia 10 tahun, yakni tiga bulan yang lalu.

Penyebabnya juga belum diketahui.

Tak ada gejala yang dialami Ferdianus sebelum mengalami kelumpuhan.

"Tiba-tiba saja dia tidak bisa jalan begitu," ujar Regina.

Kini Ferdianus masih dirawat di RS Karitas Weetabula, Sumba Barat Daya.

Baca juga: Kisah Pilu Dokter Sardjono dan Istrinya, Meninggal Bergiliran karena Covid-19 di Hari yang Sama

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk membantu kisah ini. Sumbangan rezeki Anda akan sangat bermanfaat, klik di sini untuk donasi.

Menjadi tulang punggung

Selain merawat kedua anaknya, Regina juga harus mencari nafkah sendiri karena ditinggal suami tujuh tahun lalu.

Ia mengais rezeki dengan bekerja di kebun serta menenun kain. Regina juga beternak ayam dalam jumlah yang kecil.

Tentu masih banyak kebutuhan yang belum tercukupi.

Selama ini dia tidak pernah terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH). Namun Regina sudah mendapatkan bantuan berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Selama pandemi Covid-19, dirinya mendapat jaminan pengaman sosial (JPS).

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Sumba, Ignasius Sara | Editor : David Oliver Purba)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com