Kendati demikian, awalnya tak mudah menjalani hidup sebagai ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS).
Terlebih, dia harus mengikis stigma di mata masyarakat dan keluarganya selepas pulang ke rumah untuk menjalani pemulihan.
"Awalnya, respons dari keluarga negatif karena mereka belum paham tentang HIV. Mereka selalu menjaga jarak. Saya dijauhi keluarga karena masih ada stigma," katanya.
Baca juga: Indonesia Targetkan Akhiri HIV/AIDS 2030, Bagaimana Kondisinya di Masa Pandemi Covid-19?
Setelah melewati masa pemulihan selama tiga tahun, akhirnya keluarga mulai bisa menerima dan memahami penyakit yang dideritanya.
"Tahun 2009 setelah sembuh, saya mulai bisa beraktivitas dan keluarga mulai menerima. Saya mulai kembali mendapat kerja," ungkapnya.
Setelah setahun bekerja, dia pun memutuskan untuk resign dari pekerjaannya.
Pada 2010, dalam benaknya muncul keinginan untuk membantu sesama ODHA.
Dia pun mulai belajar ke beberapa lembaga pendamping seputar penyakit HIV dan penanganannya.
Baca juga: Begini Cara Paslon Zairullah-Muhammad Rusli Tekan Angka HIV AIDS di Tanah Bumbu
Dari pengalaman yang didapat, lalu dia bagikan kepada sesama penderita untuk memberikan semangat menjalani hidup.
"Mulai tahun 2010 hingga sekarang, saya melakukan pendampingan secara mandiri sekitar 100 orang di Jateng dan di luar Jateng yang terpapar HIV. Mulai dari psikis hingga fasilitas obat," paparnya.