Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah ODHA di Semarang, Panggilan Jiwa Bantu Sesama hingga Bangkit Lawan Stigma

Kompas.com - 03/12/2020, 05:54 WIB
Riska Farasonalia,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Masih lekat dalam ingatan Widodo (52) saat mengenang kehidupan masa lalunya yang kelam.

Semenjak berpisah dengan istrinya, pria asal Semarang, Jawa Tengah, ini mengaku hidupnya terjerumus ke dunia gelap.

Sejak 1993, dia menjadi pencandu alkohol dan terbiasa bergumul dengan obat-obatan terlarang hingga seks bebas.

Baca juga: Bagaimana Situasi ODHA di Tengah Pandemi Corona? Ini Hasil Surveinya

Sampai akhirnya dia jatuh sakit dan divonis mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada 2006.

"Kemudian sakit dirawat di RS Tugurejo hingga divonis oleh dokter mengidap B20 (HIV)," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (2/11/2020).

Dia bercerita awalnya tak percaya saat divonis mengidap HIV oleh dokter.

"Jujur awalnya saya belum tahu apa itu HIV. Baru seminggu setelah dijelaskan oleh dokter saya mengerti dan mulai paham. Akhirnya saya berusaha menerima. Saya tanamkan ke pikiran saya ini adalah penyakit biasa," ucap pria yang hobi naik gunung ini.

Meski bahaya segala penyakit mengintai, tapi dia berusaha bangkit dari keterpurukan demi melanjutkan hidup yang lebih baik

Baca juga: Kesulitan ODHA di Tengah Pandemi Corona, Khawatir Terpapar Covid-19 Saat ke Rumah Sakit

Sejak saat itu, dia memutuskan untuk meninggalkan masa lalunya yang kelam.

Dia menerima dengan ikhlas keadaan yang menimpanya sebagai ujian dari Tuhan.

"Sampai sekarang saya tak tahu dari siapa saya tertular. Tapi saya tak mau menduga-duga. Saya mulai jalani hidup saya seperti biasa setelah keluar dari rumah sakit," ujarnya.

Kendati demikian, awalnya tak mudah menjalani hidup sebagai ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS).

Terlebih, dia harus mengikis stigma di mata masyarakat dan keluarganya selepas pulang ke rumah untuk menjalani pemulihan.

"Awalnya, respons dari keluarga negatif karena mereka belum paham tentang HIV. Mereka selalu menjaga jarak. Saya dijauhi keluarga karena masih ada stigma," katanya.

Baca juga: Indonesia Targetkan Akhiri HIV/AIDS 2030, Bagaimana Kondisinya di Masa Pandemi Covid-19?

Setelah melewati masa pemulihan selama tiga tahun, akhirnya keluarga mulai bisa menerima dan memahami penyakit yang dideritanya.

"Tahun 2009 setelah sembuh, saya mulai bisa beraktivitas dan keluarga mulai menerima. Saya mulai kembali mendapat kerja," ungkapnya.

Setelah setahun bekerja, dia pun memutuskan untuk resign dari pekerjaannya.

Pada 2010, dalam benaknya muncul keinginan untuk membantu sesama ODHA.

Dia pun mulai belajar ke beberapa lembaga pendamping seputar penyakit HIV dan penanganannya.

Baca juga: Begini Cara Paslon Zairullah-Muhammad Rusli Tekan Angka HIV AIDS di Tanah Bumbu

Dari pengalaman yang didapat, lalu dia bagikan kepada sesama penderita untuk memberikan semangat menjalani hidup.

"Mulai tahun 2010 hingga sekarang, saya  melakukan pendampingan secara mandiri sekitar 100 orang di Jateng dan di luar Jateng yang terpapar HIV. Mulai dari psikis hingga fasilitas obat," paparnya.

Selain itu, dia juga bertemu dengan sebuah komunitas peduli HIV/AIDS di Semarang dan kerap mengadakan kegiatan konseling dan pelatihan.

Meskipun sudah berjalan kurang lebih 10 tahun, hingga kini masih ada perlakuan diskriminatif terhadap ODHA terlebih saat mencari pekerjaan.

Baca juga: Kisah Rizti, 9 Tahun Dampingi Suami Pengidap HIV/AIDS, hingga Bangun Komunitas Pita Merah

Selain itu, kendala terkait ketersediaan obat ARV di Indonesia termasuk pelayanan obat di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Dia berharap agar persoalan tersebut menjadi perhatian pemerintah dan menghapus peraturan yang masih mendiskriminasikan ODHA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com