Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Kehidupan Masyarakat Pulau Terluar Sulsel, Harga Mahal hingga Lebih Dekat ke NTB (1)

Kompas.com - 28/11/2020, 06:30 WIB
Hendra Cipto,
Khairina

Tim Redaksi

PANGKAJENE KEPULAUAN, KOMPAS.com – Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan memiliki luas wilayah 12.362,73 kilometer persegi dengan luas wilayah daratan 898,29 kilometer persegi dan wilayah laut seluas 11.464,44 kilometer persegi.

Pangkep terdiri dari 13 kecamatan, 4 kecamatan terdiri dari pulau-pulau.

Dari bentangan 4 kecamatan kepulauan itu, terdapat 115 pulau. 73 pulau berpenghuni, dan 42 pulau tidak berpenghuni.

Baca juga: Mahfud MD Kunjungi Pulau Terluar, Cek Kesiapan New Normal

Namun, ratusan pulau-pulau di Kabupaten Pangkajene Kepulauan ini dikenal pemandangan bawah lautnya yang indah masuk dalam gugusan spermonde.

Dari sekian banyak pulau terbentang di wilayah Kabupaten Pangkep, pulau-pulau yang masuk wilayah Kecamatan Liukang Tangaya merupakan yang sulit dijangkau.

Pasalnya, pulau-pulau di Kecamatan Liukang Tangaya ini merupakan pulau-pulau terluar Kabupaten Pangkep.

Di mana, perjalanan menggunakan kapal laut harus ditempuh selama 24 jam.

Kecamatan Liukang Tangaya ini terdiri dari Pulau Aloang, Pulau Balo-baloang Caddi, Pulau Balo-baloang Lompo, Pulau Banawaiya, Pulau Bangko-bangkoang, Pulau Boko, Pulau Gusung Bira, Pulau Gusung Lilikang, Pulau Jailamu, Pulau Kapoposan Bali, Pulau Karangansatanger, Pulau Kawassang, Pulau Kembar Lemari, Pulau Laiya, Pulau Lamuruang, Pulau Lilikang, Pulau Longkoitang, Pulau Makarangana, Pulau Makaranganang, Pulau Manukang, Pulau Marabatuang, Pulau Matalaang, Pulau Meong, Pulau Pamolikang, Pulau Padangan, Pulau Pattayangang, Pulau Pelokan Caddi, Pulau Pelokan Lompo, Pulau Sabalana, Pulau Sabaru, Pulau Sadapur, Pulau Sadolangang, Pulau Sailus Besar, Pulau Sailus Kecil, Pulau Sambargitang, Pulau Sambarjaga, Pulau Sanane Caddi, Pulau Sanane Lompo, Pulau Sanipa, Pulau Santigiang, Pulau Sapinggang, Pulau Sapiriah, Pulau Sapuka Caddi, Pulau Sapuka Lompo, Pulau Sarabu, Pulau Sarassang Caddi, Pulau Sarassang Lompo, Pulau Sarege, Pulau Satanger, Pulau Satuko, Pulau Satunggul, Pulau Saujung, Pulau Sumanga, Pulau Tampaang, Pulau Tinggalungang.

Dari puluhan pulau-pulau itu, kota Kecamatan Liukang Tangaya berada di Pulau Sapuka. Di Pulau Sapuka inilah, terdapat kantor pemerintah kecamatan, puskesmas, sekolah, kantor polisi, koramil, dan lainnya.

Kalau dilihat dari citra satelit, pulau-pulau ini lebih dekat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Masyarakat kepulauan di Kecamatan Liukang Tangaya mayoritas melaut mencari ikan, teripang, dan rumput laut.

Daerah ini pun dikenal dengan produksi ikan keringnya yang banyak dan terbilang murah.

Hanya saja, kehidupan masyarakat kepulauan di Kecamatan Liukang Tangaya serba terbatas.

Meski PLN telah mengaliri listrik beberapa pulau tersebut, namun hanya bisa beroperasi mulai dari pukul 18.00 hingga 23.00 Wita.

Selebihnya, masyarakat yang mampu menggunakan genset maupun listrik tenaga surya.

Baca juga: 12 Pulau Terluar di Babel Kini Mendapat Listrik

Selain itu, harga bahan-bahan pokok di Kecamatan Liukang Tangaya sangatlah mahal yang mencapai hampir 2 kali lipat.

Di mana, bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat dibeli dari Kota Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulsel maupun dari Provinsi NTB.

Apalagi jika musim cuaca buruk, tidak ada kapal-kapal kayu angkutan barang dan sebuah kapal besi angkutan penumpang tidak berlayar dikarenakan ombak yang sangat tinggi.

Harga tiket penyeberangan ke Pulau Sapuka sebesar Rp 25.000, belum termasuk biaya barang bawaan yang hitungannya per kilogram.

“Saya pernah berlayar dari Kota Makassar ke Pulau Sapuka selama 3 hari 3 malam karena cuaca buruk, kapal terombang ambing di lautan. Tapi dalam kondisi itu, saya tetap harus ke Pulau Sapuka tempat saya mengajar. Bahkan, pernah ada teman saya yang berhari-hari terdampar di pulau kosong,” kata salah seorang guru SMA, Muhammad Aswar.

Aswar yang akrab disapa Cua ini mengungkapkan, jika kebutuhan hidup di Kecamatan Liukang Tangaya terbilang mahal. Pasalnya, kebutuhan pokok masyarakat sebanyak puluhan ribu jiwa itu diangkut menggunakan kapal dari Kota Makassar maupun NTB.

“Harga gas LPG 3 KG di sana mencapai Rp 35 ribu. Demikian juga harga beras, minyak goreng, dan kebutuhan pokok lainnya mencapai 2 kali lipat dari harga normal di daratan kota. Barang-barang itu diangkut menggunakan kapal kayu dan sebuah kapal besi penumpang yang tidak setiap harinya berlayar,” jelasnya.

Aswar membeberkan, jika kondisi perekonomian masyarakat kepulauan Liukang Tangaya juga terdampak akibat pandemi Covid-19.

Di mana, harga ikan kering, teripang dan rumput laut anjlok lantaran permintaan kurang.

“Kehidupan masyarakat di kepulauan Liukang Tangaya ikut susah akibat Covid-19, tapi hanya sebagian kecil saja tersentuh bantuan. Hanya sebagian kecil masyarakat yang tersentuh bantuan, terkendala dengan administrasi kependudukan,” bebernya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com