Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara Beternak Lebah Madu hingga Hasilkan Omzet Rp 10 Juta Per Bulan

Kompas.com - 14/11/2020, 14:46 WIB
Kontributor Banyuwangi, Imam Rosidin,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BADUNG, KOMPAS.com - Madu belakangan ini menjadi perbincangan setelah polisi mengungkap kasus pembuatan madu palsu di kawasan Kembangan, Jakarta Barat.

Meski demikian, peternak lebah madu kele atau klanceng asal Mengwi, Badung, Bali, Made Riawan (34) mengatakan isu tersebut tak terlalu berpengaruh terhadap usahanya.

Hal ini karena hampir sebagian besar konsumennya datang dan membeli langsung ke peternakan.

Pria yang akrab disapa Cupliz ini membagikan cerita sukses serta cara beternak lebah.

Baca juga: Menengok Sentra Penghasil Madu Alam Asli di Bangka Barat

Cupliz mengelola peternakan lebah bersama istrinya sejak 2016. Dia tertarik beternak lebah awalnya terinspirasi orangtuanya yang merupakan peternak lebah liar.

Peternakan lebah milik orangtuanya dikelola secara tradisional.

Saat itu, ayah Cupliz hanya menyediakan tempat madu bersarang dan berharap ada lebah liar yang menghampiri.

Melihat itu, Cupliz kemudian mencari tahu melalui internet tentang peternakan lebah secara modern dan lebih produktif.

Baca juga: Jangan Sampai Beli Madu Palsu, Ini Saran BPOM Serang Sebelum Membeli

Awalnya, ia berulang kali mengalami kegagalan karena tak ada yang membimbing.

Namun, kegagalan-kegagalan tersebut tak membuat semangatnya tumbang.

Ia semakin aktif mencari tahu dan belajar cara mengelola peternakan madu.

Awal beternak, Cupliz mengembangkan lebah dengan sengat atau yang dikenal dengan nama Apis Cerna.

Baca juga: Peternak Lebah: Kalau Tak Mau Ditipu, Buka Segel Kemasan Madu, Cicipi

Saat itu ia kurang berhasil lebahnya tak berkembang baik.

Adapun alasannya, pertama, sulit untuk mencari lebah ini karena harus masuk ke hutan. Selain itu, saat itu juga kurang produktif.

Akhirnya Cupliz memutuskan beralih ke lebah tanpa sengat atau berjenis Itama yang berasal dari Sumatera.

Lebah jenis ini menghasilkan madu kele atau klanceng yang rasanya asam-manis.

Lebih ini juga dianggap yang paling produktif dalam menghasilkan madu.

Rupanya, jenis lebah ini juga membutuhkan perjuangan ekstra karena bukan lebah asli Bali.

Tantangan pertama, lebah ini membutuhkan waktu adaptasi dengan iklim, jenis tumbuhan, dan jenis bunganya.

"Mereka pindah ke Bali kan belajar lagi mencari bunga baru," katanya saat dihubungi, Sabtu (14/11/2020).

Saat pertama kali datang, ia memantau sejumlah koloni lebah miliknya.

Biasanya, di awal-awal datang akan ada koloni lebah yang punah hingga ratu lebahnya mati.

Ini karena tak bisa adaptasi dengan lingkungan di Bali.

Namun, ada juga yang bisa beradaptasi dan bisa berkembang. Menurutnya, hal ini bagian dari seleksi alam.

Ia kemudian belajar dan mencaritahu apa saja yang dibutuhkan agar lebah ini bisa mudah beradaptasi.

Ia harus menyediakan vegetasi dengan cara menanam banyak bunga di sekitar peternakannya. Hal ini juga akan memengaruhi jumlah madu yang dihasilkan.

"Tanpa vegetasi yang memungkinkan di lingkungan kita, maka madu tak akan ada karena bunga itu makanan lebah. Kita harus nanam bunga yang banyak dan penghijauan," katanya.

Selain bunga, yang paling penting adalah menanam pohon yang mengandung getah seperti mangga, manggis, nangka, atau tanaman getah lainnya.

Getah ini akan diolah oleh lebah menjadi propolis dan menjadi pot madu. Menurutnya lebah kele berbeda dengan madu liar lainnya, yaitu dari struktur sarang hingga pot madu.

Lebah juga tetap dijaga agar tidak diserang predator, seperti laba-laba, semut, cicak, dan burung seriti atau walet.

Iklim terlalu panas juga berpengaruh. Jika terlalu panas maka propolis dalam sarang mudah meleleh.

Biasanya, dari awal datang hingga siap menghasilkan madu, lebah membutuhkan waktu delapan bulan untuk adaptasi.

Setelah itu, baru bisa memanen madu dengan rata-rata dua bulan sekali.

Saat ini Cupliz sudah memiliki 150 koloni lebah di peternakannya. Dengan jumlah tersebut, ia bisa menghasilkan rata-rata Rp 10 juta tiap bulan.

Ia tak menyebutkan modal awal karena memulainya dari sedikit demi sedikit.

Terkait harga koloni lebah, ia tak berani menyebutkan. Sebab ada peraturan tak resmi antar pencari lebah yang merahasiakan harga jual di luar langgannya.

"Kita dilarang menyebut harga beli oleh pencari lebah," katanya.

Cupliz menambahkan, saat pandemi Covid-19, permintaan madu kele mengalami peningkatan.

Kini, setiap panen yang dilakukan dua bulan sekali, madu dari peternakannya selalu ludes terjual.

Setiap panen, satu koloni akan menghasilkan 200 hingga 500 mililiter tergantung musim bunga di sekitar lokasi.

Tiap 500 mililiter, ia menjualnya dengan harga Rp 350.000.

Meningkatnya penjualan saat pandemi ini karena madu dipercaya bisa meningkatkan imunitas tubuh.

"Saat Covid ini kan dianjurkan untuk minum madu kele. Entah dipercaya atau tidak bisa menyembuhkan," kata dia.

Manfaat madu lainnya, yakni dipercaya menyembuhkan sakit maag dan lambung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com