Sementara itu, Kepala Balai TN Matalawa Memen Suparman mengatakan, taman nasional tetap memberikan fasilitas dan akses kepada masyarakat untuk memanfatkan hasil hutan bukan kayu di zona tradisional.
"Ini sudah berlangsung di beberapa kelompok. Ada 12 desa yang sudah kita fasilitasi dalam bentuk perjanjian kerja sama dengan kelompok masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu ini," ujar Memen kepada Kompas.com di Kantor Balai TN Matalawa, Rabu.
Balai TN Matalawa juga memberikan bantuan peralatan kepada sejumlah kelompok masyarakat itu.
Sehingga, hasil hutan yang dulu dijual dalam bentuk mentah bisa diolah untuk menaikkan nilai jual.
Baca juga: Tiba di Tasikmalaya, Kembar Trena Treni Kunjungi Makam Ibu, Kompak Berkerudung Hijau
"Makanya kita berikan peralatan untuk masyarakat bisa mengolah hasil itu sehingga harga bahan-bahan itu bisa jadi lebih mahal," kata Memen menambahkan.
Selain itu, masyarakat juga diberi pelatihan dan dikirim ke Pulau Jawa untuk studi banding.
Saat ini, kelompok masyarakat binaan TN Matalawa di dua belas desa tersebut sudah menghasilkan keripik, jamu, kursi dari bahan rotan, kacang mete, kopi bubuk, dan manisan kolang kaling dengan aneka rasa.
Memen mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap melestarikan hutan.
"Mari kita bersama-sama menjaga kawasan hutan, terutama dari kebakaran. Karena alam ini bukan warisan nenek moyang, tapi titipan untuk anak cucu kita," pungkas Memen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.