Ketika ditanya apa artinya nilai itu dibandingkan pendapatannya dari pariwisata, Sulitra menjawab dengan tertawa, "Jauh, Pak. Jauuuh..."
Dia mengaku tetap berharap pariwisata akan kembali pulih di Bali.
"Kalau disuruh memilih antara pariwisata dan rumput laut, saya lebih memilih pariwisata, tetapi rumput laut juga jangan ditinggalkan. Karena kalau hanya mengandalkan pariwisata, sangat riskan terhadap ekonomi," lanjutnya.
Baca juga: Menikmati Rumput Laut Hinga Mbeta yang Langka Khas Flores Rongga
Berbeda dengan I Nyoman Sulitra yang baru berkecimpung lagi dalam budidaya rumput laut, Made Suarbawa justru tekun mengembangkan rumput laut di Nusa Lembongan sejak 2000-an awal.
Bahkan, alumni Fakultas Sastra Universitas Udayana Bali ini mengajarkan tentang cara bertani rumput laut ke Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, hingga Papua.
Sebelum pandemi melanda, dia bisa mendapatkan sekitar Rp 35 juta dari menjual bibit rumput laut. Itu belum termasuk hasil penjualan rumput laut kering, sekitar Rp 3 hingga Rp 5 juta per bulan.
Namun, Suarbawa berinvestasi pada waktu yang tidak tepat. Tergiur oleh keuntungan sektor pariwisata, dia membangun vila dan kolam renang untuk disewakan. Modal sebesar Rp 800 juta dia peroleh dari hasil jual aset dan berutang.
Baca juga: Setelah Menabung 30 Tahun, Petani Rumput Laut Akhirnya Naik Haji Bersama Istri
Belum sempat balik modal, pandemi muncul.
"Saya bercerita kepada istri, 'kok bisa ya kita bodoh seperti ini?' Karena uang saya habis untuk itu, kolaps, sekarang saya nggak punya uang. Tabungan saya sudah habis untuk membangun vila. Saya bersyukur ada rumput laut sehingga bisa beli beras," tutur Made Suarbawa dengan mata berkaca-kaca.
Kini, Suarbawa telah belajar dari pengalamannya dan fokus menekuni komoditas rumput laut.
Dengan dukungan beberapa lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah, Suarbawa melakukan pembibitan dan pengembangan rumput laut.
Baca juga: Petani Rumput Laut NTT Gugat Perusahaan Australia Rp 2 Triliun
Saat ini dia mengelola 1.700 m2 lahan rumput laut.
"Selama 30 tahun, kami di Lembongan telah diselamatkan rumput laut. Tidak mungkin komoditas yang sudah menyelamatkan kami 30 tahun, kami abaikan begitu saja. Lalu kenapa kami tidak rawat dengan baik untuk keberlangsungan kehidupan kami di Lembongan," pungkas Suarbawa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.