Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Janah, Tangan Layu karena Tumor Otak Tak Kendorkan Semangat Belajarnya

Kompas.com - 27/08/2020, 20:00 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

Jannah anak ke-4 dari pasangan Abdurrahman dan Sumini. Mereka tinggal dalam rumah kecil dari kayu di tebing sempit Perbukitan Menoreh, Pedukuhan Kalingiwo. Rumah itu warnanya sudah pudar. Ada jurang yang dalam di samping rumah.

Ruang depan ukuran 3,5x3,5 meter. Lantainya tanah. Nyaris tak ada perabot di ruang depan itu, kecuali televisi tabung tersambung antena. Televisi itu menampilkan gambar yang bersemut, nyaris tidak enak ditonton. Suaranya pun tak jernih.

Lalu ada meja makan dengan enam kursi kayu. Sebagian lantai ditutup dengan karpet karet. Mereka tinggal di situ setelah relokasi karena longsor di 2008.

Keluarga Abdurrahman merupakan penerima bantuan sosial tunai semasa Covid-19. Sedangkan bantuan pemerintah masih dalam berbagai upaya dan proses.

Jannah anak keempat dari lima bersaudara. Saudara Janah yang kedua dan ketiga masih sekolah, juga adik bungsunya.

Sehari-hari Janah lebih banyak di rumah. Keterbatasan dirinya membuat aktivitas terbatas.

Abdurrahman menceritakan, derita Janah dirasakan di awal 2017. Ia sudah mulai merasa lemah. Diagnosa menunjukkan ada benjolan pada otak, hingga akhirnya Janah harus jalani operasi pengambilan tumor itu pada September 2018.

Operasi berhasil dan kondisinya membaik, namun lengan layu dan kakinya sedikit lunglai itu masih berlangsung sampai sekarang.

Ia terus menjalani pemulihan lewat terapi untuk tangan dan kakinya sampai kini.

“Enam bulan sekali ke RSUP Dr Sardjito. Kami juga ke RSUD Wates untuk (terapi) sinar sekali seminggu, setiap hari Sabtu,” kata Abdurrahman.

Baca juga: Kisah Pilu 3 Bocah di Ngada, Hidup di Tengah Kebun Tanpa Orangtua

Ayahnya menceritakan kalau Jannah anak mandiri meski dalam keterbatasan. Dia mengusahakan semua sendiri meski pakai tangan kiri.

Termasuk mengerjakan tugas sekolah dengan cara belajar dari rumah (BDR) pada masa pandemi Covid-19 seperti ini. Janah terbilang rajin meski dalam keterbatasannya.

Semangat Janah di BDR didukung keakraban semua saudaranya yang masih sekolah. Kasih mereka bersaudara yang membuat BDR bisa berlangsung. BDR mengharuskan siswa bisa menerima tugas via daring. Android pun menjadi keharusan.

Belum lama, kata Abdurahman, mereka bisa memiliki tambahan selular. HP itu kini dipakai bergantian ataulah bersama untuk menyelesaikan tugas.

Pemakaiannya secara berurutan, kakaknya dahulu, selanjutnya Janah, baru si bungsu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com