Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Janah, Tangan Layu karena Tumor Otak Tak Kendorkan Semangat Belajarnya

Kompas.com - 27/08/2020, 20:00 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

 

KULON PROGO, KOMPAS.com –Ucapannya lirih terdengar selagi menyebutkan namanya sendiri. Gadis berusia 11 tahun ini lantas mengambil pena menuliskan nama itu pada secarik kertas.

Tsumarotul Jannah asal SD Negeri Jetis, begitu ia menulis memakai tangan kiri pada kertas itu. Janah panggilan sehari-hari.

Tulisan tangan Janah terkesan agak berantakan untuk ukuran pelajar putri kelas V sekolah dasar.

Bukan tanpa sebab. Janah sejatinya tidak kidal. Tumor otak yang pernah menyerang dirinya selama tiga tahun telah membuat layu tangan kanannya. Kaki kanan ikut melemah sehingga terlihat timpang saat berjalan.

“Banyak istirahat. Tidak usah banyak berpikir. Tidak boleh banyak berpikir dulu, karena bisa pusing,” kata Kepala Sekolah SDN Jetis Siti Kamilah di rumah Janah, belum lama ini.

Baca juga: Kisah Cinta Anang Rawat Istri yang Dua Kakinya Diamputasi, Tinggalkan Pekerjaan dan Jadi Penjual Tembakau

Siti bersama sejumlah guru SD Jetis berkunjung ke rumah Janah di Pedukuhan Kalingiwo, Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyaketa, sore itu.

Mereka sambil menemani Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kulon Progo, Arif Prastowo, yang berkunjung ke para siswa di Pendoworejo yang kesulitan belajar dari rumah pada masa pandemi Covid-19.

Budi Santoso salah guru yang turut dalam rombongan itu. Budi pernah menjadi wali kelas bagi Janah saat masih di kelas III. Budi menceritakan, Janah anak pendiam dengan prestasi bagus. Ia sering pusing saat mengikuti pelajaran. Suaranya juga sudah lirih.

“Ketika itu, tangan kanannya sudah mulai lunglai,” kata Budi.

Sekolah mengetahui bahwa Janah menderita sakit serius.

“Puncaknya di kelas tiga bahwa dia sampai tidak masuk sekolah dalam waktu lama. Dia juga lama dalam perawatan keluarga. Ketika ayah ibunya bekerja, saudara-saudaranya membantu merawat Janah. Siapa saja yang melihat pasti akan menangis,” kata Budi.

Janah bisa mengejar ketinggalan pelajaran dan berhasil melanjutkan ke kelas IV.

Wali kelas IV Yunita Puspitaningrum menceritakan, satu tangan Janah masih layu dan lemah sejak awal tahun ajaran. Tangan kanan hanya bisa bergerak bila dibantu oleh tangan kiri.

Ia tak lagi menggunakan tangan kanan untuk aktivitas, termasuk menulis. Ia menggunakan tangan kiri, sampai sekarang.

“Tangan kanan lumpuh. Menulis (pakai tangan kiri) jadi lama,” kata Yunita pada kesempatan sama.

Jannah anak ke-4 dari pasangan Abdurrahman dan Sumini. Mereka tinggal dalam rumah kecil dari kayu di tebing sempit Perbukitan Menoreh, Pedukuhan Kalingiwo. Rumah itu warnanya sudah pudar. Ada jurang yang dalam di samping rumah.

Ruang depan ukuran 3,5x3,5 meter. Lantainya tanah. Nyaris tak ada perabot di ruang depan itu, kecuali televisi tabung tersambung antena. Televisi itu menampilkan gambar yang bersemut, nyaris tidak enak ditonton. Suaranya pun tak jernih.

Lalu ada meja makan dengan enam kursi kayu. Sebagian lantai ditutup dengan karpet karet. Mereka tinggal di situ setelah relokasi karena longsor di 2008.

Keluarga Abdurrahman merupakan penerima bantuan sosial tunai semasa Covid-19. Sedangkan bantuan pemerintah masih dalam berbagai upaya dan proses.

Jannah anak keempat dari lima bersaudara. Saudara Janah yang kedua dan ketiga masih sekolah, juga adik bungsunya.

Sehari-hari Janah lebih banyak di rumah. Keterbatasan dirinya membuat aktivitas terbatas.

Abdurrahman menceritakan, derita Janah dirasakan di awal 2017. Ia sudah mulai merasa lemah. Diagnosa menunjukkan ada benjolan pada otak, hingga akhirnya Janah harus jalani operasi pengambilan tumor itu pada September 2018.

Operasi berhasil dan kondisinya membaik, namun lengan layu dan kakinya sedikit lunglai itu masih berlangsung sampai sekarang.

Ia terus menjalani pemulihan lewat terapi untuk tangan dan kakinya sampai kini.

“Enam bulan sekali ke RSUP Dr Sardjito. Kami juga ke RSUD Wates untuk (terapi) sinar sekali seminggu, setiap hari Sabtu,” kata Abdurrahman.

Baca juga: Kisah Pilu 3 Bocah di Ngada, Hidup di Tengah Kebun Tanpa Orangtua

Ayahnya menceritakan kalau Jannah anak mandiri meski dalam keterbatasan. Dia mengusahakan semua sendiri meski pakai tangan kiri.

Termasuk mengerjakan tugas sekolah dengan cara belajar dari rumah (BDR) pada masa pandemi Covid-19 seperti ini. Janah terbilang rajin meski dalam keterbatasannya.

Semangat Janah di BDR didukung keakraban semua saudaranya yang masih sekolah. Kasih mereka bersaudara yang membuat BDR bisa berlangsung. BDR mengharuskan siswa bisa menerima tugas via daring. Android pun menjadi keharusan.

Belum lama, kata Abdurahman, mereka bisa memiliki tambahan selular. HP itu kini dipakai bergantian ataulah bersama untuk menyelesaikan tugas.

Pemakaiannya secara berurutan, kakaknya dahulu, selanjutnya Janah, baru si bungsu.

“Mengerjakan kadang pagi tapi bisa juga menggarap tugas saat malam. Tergantung kakaknya yang SMP, karena handphone harus bergantian. Satu untuk kakaknya yang SMK, yang satu untuk bertiga,” kata Abdurahman.

“Setelah kakaknya selesai, dia bantu adik-adiknya,” kata Abdurrahman.

Rajin kumpulkan tugas

Janah telah menginjak kelas V kini. Ia mengikuti pembelajaran jarak jauh sejak tiga bulan belakangan ini. Heni Ristianawati menjadi wali kelas V.

Belum ada pembelajaran tatap muka sejak tahun ajaran baru 2020-2021 mulai. Sebagai wali murid, Heni belum pernah bertemu semua siswa kelas limanya, termasuk Janah. Mereka terhubung hanya lewat pesan singkat.

Para siswa menerima tugas sama, begitu pula untuk Janah. Hanya saja, Janah tidak dituntut sempurna menyelesaikan tugas.

“Misal dari enam tugas dia bisa menyelesaikan sebagian saja itu sudah bagus sekali,” kata Heni.

Keterbatasan selama pemulihan ini membuat Heni harus menghargai jerih layah Janah. Heni menceritakan, Janah telah melaporkan tugas mengarang, menggambar, video menembang macapat, hingga membuat poster Covid-19.

“Ada satu video yang belum kembali, yakni menjadi presenter. Ini belum kembali ke kami,” kata Heni.

Begitu pula dengan mata pelajaran lain. Hanya saja, Janah sedikit tertinggal dalam mata pelajaran matematika yang semakin rumit seharusnya perlu bimbingan guru.

Janah dianggap siswa rajin mengumpulkan tugas. Karenanya, suatu saat Janah tak mengumpulkan tugas, para guru sampai datang ke rumah untuk memastikan kesulitan anak didiknya ini.

“Pernah satu minggu tidak mengumpulkan tugas. Status dalam HP pun terlihat bahwa Janah belum menerima pesan,” kata Heni.

Rupanya, kata Heni, mereka mengalami kendala kuota internet.

Kepala Sekolah SD Negeri Jetis, Siti Kamilah menceritakan, ada tiga siswa di SD Jetis yang mengalami kesulitan BDR. Persoalan mereka memang berbeda satu dengan lainnya.

Sekolah menjembatani dengan home visit. Namun, belakangan cara ini terkendala penambahan kasus Covid-19 di Kulon Progo. Karena itu, pihak sekolah masih meminta orangtua untuk datang ke sekolah.

“Ada tiga anak dengan keluarga dengan latar belakang berbeda-beda. Kami home visit. Sebelumnya sudah dilakukan. Tapi, sementara ini sedang tertunda,” kata Siti pada kesempatan berbeda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com