Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Mojokerto Nikmati Listrik dari Sungai, Energi Listrik jadi Pembangkit Perubahan (2)

Kompas.com - 27/08/2020, 11:19 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

Padahal, beberapa tahun sebelum itu, masyarakat Janjing dikenal tertinggal, minim akses dunia luar, dan dianggap tak punya masa depan.

Sebelum listrik masuk ke perkampungan Janjing, tak banyak pilihan pekerjaan bagi masyarakat. Sebagian besar mengelola ladang, ternak, atau penebang pohon.

"Dulu mereka itu profesinya illegal logging. Daerahnya terisolir, lalu mau ke mana lagi kalau tidak ke ladang sama ke hutan. Dulu ya mbalok (nebang pohon di hutan)," ungkap dia.

Namun, sejak listrik menjangkau kampung Janjing, pembangunan jalan dan jembatan juga diinisiasi Paguyuban Kalimaron. Pelan-pelan, perilaku masyarakat mulai berubah.

Pendidikan dan Ekonomi

Masyarakat juga mulai memperhatikan pendidikan anak-anak di Dusun Janjing. Pekerjaan yang berpotensi merusak kelestarian hutan mulai ditinggalkan.

"Peningkatan pendidikan sudah jelas kelihatan. Kemudian ada peningkatan dalam taraf ekonomi karena rasa percaya diri mulai bangkit bahwa kami sama dengan yang lain. Mulai muncul ide untuk usaha yang lain, seperti kulakan (perdagangan)," ujar dia.

Sejak ada pembangkit listrik, masyarakat Janjing mulai sadar kelestarian hutan mempengaruhi pasokan listrik ke tempat tinggal mereka.

Baca juga: Seorang Guru Meninggal di IGD, Ternyata Positif Covid-19 Berdasarkan TCM

Warga Dusun Janjing, kata Suroso, menyadari jika hutan rusak, debit air Kali Maron berkurang, pembangkit listrik tidak bisa berfungsi.

"Dulu orang-orang yang biasanya nebang di hutan sudah beralih, apalagi semakin kesini sudah banyak pilihan profesi pekerjaan," kata pegiat lingkungan hidup dari PPLH Seloliman ini.

Warga Dusun Janjing lainnya, Sulastri (54) mengatakan, listrik yang mengaliri rumahnya memiliki nilai penting bagi keluarganya.

Saat lampu listrik pertama kalinya menerangi rumahnya, anak sulungnya masih berusia sembilan tahun dan duduk di kelas 3 SDN Seloliman. Sebelum ada listrik, anaknya tidak bisa belajar saat malam hari.

Saat itu, tutur dia, penerangan di rumahnya menggunakan lampu minyak dari kaleng bekas. Selain soal penerangan, akses ke sekolah anaknya juga sulit karena harus turun lembah dan naik bukit untuk berangkat dan pulang.

"Dulu (penerangan) lampu kaleng. Waktu listrik nyala, anak saya sekolah di SD. Umurnya waktu itu sembilan tahun," tutur Sulastri.

Pada dua dekade lalu, pekerjaan yang bisa dilakukan Sulastri dan suaminya adalah mengolah ladang dan beternak. Namun saat ini, dia membuka usaha warung makan dan aneka minuman.

Warung milik Sulastri berada di jalan masuk menuju Dusun Janjing di dekat Sungai Maron. Warung tersebut berjejer dengan belasan warung lainnya yang dimiliki warga Dusun Janjing.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com