Setelah dikibarkan, Kiai Ahmad meminta Soekarno membawa bendera tersebut ke Istana di Jakarta untuk dicarikan kain berwarna serupa dari China atau Jepang yang saat itu kualitasnya paling bagus.
"Setelah dapat, kain merah dan putih itu kemudian dijahit ibu Fatmawati untuk dijadikan bendera. Menjahitnya sendiri pernah dilakukan di sini, di pesantren ini," ujar dia.
Sebuah peti kayu berukuran 50x40 sentimeter dengan ukiran sederhana di setiap sisinya diletakkan di atas meja.
Pada salah satu sisinya terdapat kunci gembok ukuran sedang.
Saat peti dibuka, tampaklah bendera merah putih yang terlipat dengan kondisi lusuh karena dimakan usia.
Ketika dibentangkan, warna merahnya sudah pudar dan warna putih tampak menguning. Ada robekan kecil di ujung atas dan bawah kain bendera.
Ukuran bendera yang sudah berusia 81 tahun itu sepanjang 3,3x2,1 meter.
Jika diamati dari dekat, terdapat tulisan tangan pada tali bendera yang berbunyi "Memuaskan Hati H. Haroon Hasan"
"Makna tulisan itu, Haji Haroon merasa senang dan bangga bisa membuatkan bendera yang dipesan Mbah (Kiai Ahmad)," kata Rachmat.
Bendera inilah yang kemudian disebut Rachmat sebagai bendera yang pernah dibawa Soekarno ke Istana untuk dibuatkan duplikatnya oleh Fatmawati.
Setelah dibuat duplikatnya, bendera itu pun dikembalikan ke tempat asalnya, diberikan kepada pemiliknya, kiai Ahmad.
KH Ahmad Basyari wafat tahun 1953, dan kepemilikan bendera pusaka ini diwariskan secara turun temurun hingga saat ini.
Selain menyimpan bendera pusaka merah putih, di pesantren ini juga masih tersimpan rapi barang-barang peninggalan Soekarno.
Sebuah bangunan rumah sederhana beratap genting berdinding bilik kayu menjadI saksi bisu keberadaan Soekarno di pesantren ini.
Selama tinggal di pesantren, Soekarno diizinkan untuk menempati rumah tersebut.