Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soekarno dan Jejak Sang Saka Merah Putih di Pesantren Al Basyariyah, Cianjur

Kompas.com - 18/08/2020, 21:15 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Farid Assifa

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com - Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia selalu menjadi momen istimewa dan sakral bagi Pondok Pesantren Al Basyariyah.

Betapa tidak, di pesantren yang terletak di kaki bukit di Kampung Cikiruh, Desa Sukanagara, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ini tersimpan benda bersejarah berupa bendera pusaka merah putih.

Bahkan, bendera ini konon sudah ada sebelum bendera pusaka yang selama ini dikenal publik dan dijahit Fatmawati, istri Presiden RI pertama Soekarno.

Soekarno sendiri memiliki cerita tersendiri dengan pesantren yang didirikan oleh KH Ahmad Basyari pada tahun 1911 ini.

Kiai Ahmad yang berasal dari Jombang, Jawa Timur, merupakan murid langsung KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama.

Baca juga: Kisah-kisah Mereka, Pengibar Sang Saka Merah Putih...

Untuk menggali lebih jauh sejarah bendera pusaka sang dwi warna itu, Kompas.com pun mengunjungi Pondok Pesantren Al Basyariyah, dan bertemu langsung salah satu anggota keluarga pendiri pesantren, bernama Rachmat Khadar.

Pria paruh baya itu pun membeberkan ihwal keberadaan bendera pusaka yang kini masih tersimpan rapi di dalam sebuah kotak kayu jati.

Rachmat menyebutkan, keberadaan bendera pusaka ini tidak terlepas dari sosok Soekarno yang sering mengunjungi pesantren yang juga dikenal dengan nama pesantren Cikiruh ini.

Dalam rentang waktu 10 tahun, Sang Proklamator sering mendatangi pesantren ini. Pria yang akrab disapa Bung Karno ini pertama kali berkunjung ke Pesantren Al Basyariyah tahun 1930 bersama istrinya, Fatmawati.

"Dalam rentang waktu itu, beliau kadang ke sini sendiri hanya ditemani ajudannya. Kadang tiga hari, seminggu, sepuluh hari, lalu pulang, dan beberapa hari kemudian datang lagi," tutur Rachmat kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2020).

Selama mondok di pesantren, Soekarno banyak menimba ilmu agama, kenegaraan, dan rajin melakukan tirakat.

Setiap berkunjung, Soekarno selalu disuguhi hidangan bubur merah dan bubur putih oleh Kiai Ahmad.

Soekarno pun pernah menanyakan maksud dari hidangan tersebut. Namun, Sang Kiai kala itu tidak memberitahunya secara gamblang. Ia malah mengatakan bahwa Soekarno akan mengetahui sendiri makna dan maksud di balik merah dan putih pada bubur tersebut.

"Kemudian dalam suatu kesempatan di tahun 1939, Mbah (Kiai Ahmad) memesan kain atau bendera dengan paduan warna merah dan putih kepada Haji Harun Hasan, seorang pengusaha kain di Pekalongan,” tutur Rachmat.

Setelah bendera jadi dibuat, pada tahun 1942 atau tiga tahun sebelum republik ini merdeka, untuk pertama kalinya bendera itu dikibarkan di lingkungan pesantren di hadapan Soekarno dan para santri.

Setelah dikibarkan, Kiai Ahmad meminta Soekarno membawa bendera tersebut ke Istana di Jakarta untuk dicarikan kain berwarna serupa dari China atau Jepang yang saat itu kualitasnya paling bagus.

"Setelah dapat, kain merah dan putih itu kemudian dijahit ibu Fatmawati untuk dijadikan bendera. Menjahitnya sendiri pernah dilakukan di sini, di pesantren ini," ujar dia.

Kondisi Bendera Pusaka kini

Sebuah peti kayu berukuran 50x40 sentimeter dengan ukiran sederhana di setiap sisinya diletakkan di atas meja. 

Pada salah satu sisinya terdapat kunci gembok ukuran sedang.

Saat peti dibuka, tampaklah bendera merah putih yang terlipat dengan kondisi lusuh karena dimakan usia.

Ketika dibentangkan, warna merahnya sudah pudar dan warna putih tampak menguning. Ada robekan kecil di ujung atas dan bawah kain bendera.

Ukuran bendera yang sudah berusia 81 tahun itu sepanjang 3,3x2,1 meter.

Jika diamati dari dekat, terdapat tulisan tangan pada tali bendera yang berbunyi "Memuaskan Hati H. Haroon Hasan"

"Makna tulisan itu, Haji Haroon merasa senang dan bangga bisa membuatkan bendera yang dipesan Mbah (Kiai Ahmad)," kata Rachmat.

Bendera inilah yang kemudian disebut Rachmat sebagai bendera yang pernah dibawa Soekarno ke Istana untuk dibuatkan duplikatnya oleh Fatmawati. 

Setelah dibuat duplikatnya, bendera itu pun dikembalikan ke tempat asalnya, diberikan kepada pemiliknya, kiai Ahmad.

KH Ahmad Basyari wafat tahun 1953, dan kepemilikan bendera pusaka ini diwariskan secara turun temurun hingga saat ini.

Jejak peninggalan Soekarno

Selain menyimpan bendera pusaka merah putih, di pesantren ini juga masih tersimpan rapi barang-barang peninggalan Soekarno.

Sebuah bangunan rumah sederhana beratap genting berdinding bilik kayu menjadI saksi bisu keberadaan Soekarno di pesantren ini.

Selama tinggal di pesantren, Soekarno diizinkan untuk menempati rumah tersebut.

Saat ini, peninggalannya masih ada, seperti dipan untuk tidur, meja dan kursi serta lemari. Semuanya berbahan kayu dan tampak masih terawat dengan baik.

"Ada juga peninggalan surat-suratnya, potret diri dan beberapa lembar foto keluarga Soekarno, masih kami simpan sebagai kenang-kenangan," tutur Rachmat.

Sayang, kondisi rumah itu kini rusak karena sudah dua tahun tak lagi ditempati, sejak penghuni terakhir memutuskan pindah ke rumah baru.

Padahal, oleh pemerintah daerah rumah tersebut pernah dijanjikan akan direnovasi untuk dijadikan museum.

Namun, hingga saat ini rencana tersebut belum terealisasi, dan pelan namun pasti kondisi bangunannya semakin lapuk dimakan usia.

Tahun Ini, Sang Saka tidak turun bukit

Setiap tahun jelang tanggal 17 Agustus, pesantren Cikiruh selalu riuh. 

Betapa tidak, di pesantren ini para anggota paskibraka kecamatan akan dikukuhkan sebelum membawa bendera pusaka untuk diikutsertakan dalam upacara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia di alun-alun Sukanagara.

Pasca-upacara, Sang Saka Merah Putih akan dikirab keliling kota kecamatan.

Namun, tahun ini bendera pusaka tak turun bukit. Penyebabnya, pandemi Covid-19 yang meniadakan upacara peringatan HUT kemerdekaan RI digelar sebagaimana lazimnya.

"Terakhir kali bendera ini dikibarkan tahun 1985. Sejak itu, dijadikan sebagai pengiring bendera yang akan dikibarkan pada upacara peringatan HUT kemerdekaan RI," kata Rachmat.

Baca juga: Puan Sebut Pidato Soekarno Ini Relevan untuk Zaman Sekarang

Rachmat dan segenap pewaris bendera pusaka merah putih ini pun telah membulatkan tekad dan berjanji untuk terus menjaganya sebagaimana wasiat KH Ahmad Basyari kepada keturunannya.

“Ini bendera keluarga, mbah berwasiat untuk tidak dibawa kemana-mana. Karena itu, bendera ini akan selamanya berada di sini, di pesantren ini," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com