Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Lada Merangkak Naik, Petani: Ini Kabar Baik

Kompas.com - 05/08/2020, 13:50 WIB
Heru Dahnur ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Harga komoditi lada di bursa IPC (International Pepper Community) mulai merangkak naik.

Pada Juni 2020 rempah bernama latin Piper nigrum ini bertengger di angka Rp55.154 per kilogram. Selanjutnya pada Juli Rp 57.109 per kilogram dan kembali naik menjadi Rp 60.064 per kilogram pada awal Agustus 2020.

Petani lada asal Belinyu, Bangka, Tarmizi menilai, kenaikan harga karena mulai terbatasnya pasokan di tingkat petani.

"Selama ini kan harga murah, jadi banyak yang beralih ke tanaman lain. Jadi sesuai hukum pasar, ketika yang usaha sedikit, harganya naik," ujar Tarmizi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/8/2020).

Baca juga: Harga Lada Jatuh, Petani Curhat ke Jokowi

Menurut Tarmizi, kenaikan harga kali ini belum terlalu signifikan. Namun tetap sebagai kabar baik di kalangan petani.

"Kalau bisa di atas Rp70.000," ujar dia.

Petani lainnya, Hendra, menyambut gembira dengan tren kenaikan harga lada. Setidaknya lonjakan harga bisa memperbesar margin keuntungan yang didapat. Selama ini bapak dua anak ini kesulitan untuk membiayai operasional karena tanaman lada termasuk tanaman berusia tua.

"Pupuk dan junjung itu makan biaya dan pemeliharaan sampai tiga tahun," ujar Hendra yang berkebun di daerah Kace, Bangka.

Baca juga: Petani Mengeluh Harga Lada Anjlok Hampir 3 Kali Lipat

Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kepulauan Bangka Belitung, Deki Susato, mengatakan, kenaikan harga lada tak lepas dari upaya bersama masyarakat dan pihak terkait.

"Mulai dari menjaga kualitas, membuat hilirisasi, mengatur tata niaga sampai dengan membuat terobosan pasar bekerja sama dengan bursa JFC dan PT Kliring Berjangka Indonesia sebagai penjamin," kata Deki dalam keterangan tertulis, Rabu (5/8/2020).

Dia menuturkan, kenaikan harga lada juga ditopang berbagai elemen seperti timsus jaya lada, TP4L, BP3L, koperasi petani lada, dan dewan rempah.

Dengan adanya berbagai komponen itu, pemprov berharap harga tetap stabil di atas Harga Pokok Penjualan (HPP). Pemerintah, pengusaha, serta petani lada, dan lembaga pendidikan terus didorong agar tata niaga lada lebih baik.

"Kami terus berusaha agar Indeks Geografis (IG) terjaga dengan baik. Saat ini penggunaan IG diharuskan bagi lada yang akan keluar Babel, baik dalam dan luar negeri. Tim TP4L akan terus berupaya merangkul pihak-pihak yang menggunakan merek lada dari Babel," ungkapnya.

Selanjutnya, lada Babel yang telah terkenal dengan brand atau merek Muntok White Paper (MWP) akan dipatenkan secara internasional bagi masyarakat Babel.

Ini merupakakan salah satu upaya agar lada Babel dapat tetap terjaga kualitas dan keasliannya.

Sehingga siapapun yang akan menggunakan lada dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat, dengan hasil akhir meningkatnya harga jual lada di tingkat petani lada Bangka Belitung.

Saat ini telah dilakukan kerja sama bersama komunitas international, dan melakukan penjualan langsung ke negara pengguna lada serta adanya komite penentu harga lada yang akan menentukan harga jual dan kualitas sebelum dipasarkan.

Selain itu, untuk mendukung ekspor komoditi pemprov bekerja sama dengan bea cukai, KSOP, Bank Indonesia, karantina dan perusahaan shipping line dalam maupun luar negeri.

"Agar ekspor komoditas Babel dapat tercatat baik keterangan asal maupun PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang). Mari kita percepat pemulihan ekonomi Indonesia melalui pemulihan ekonomi Babel," ucap Deki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com