KOMPAS.com - Seorang mahasiswi Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, dilecehkan dosen Fakultas Hukum saat ia melakukan bimbingan skripsi.
Pelecehan terjadi di salah satu ruangan di Fakultas Hukum pada 24 Juni 2020.
Korban kemudian menceritakan kasus tersebut ke keluarga. Didampingi keluarga, korban melaporkan pelecehan tersebut ke pihak kampus.
Pihak Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram kemudian menyerahkan kasusnya ke Komisi Etik.
Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Oknum Dosen: Korban Sulit Melapor Takut Identitas Tersebar
Sidang kode etik digelar di ruang Dekan FH Unram dan dilaksanakan secara tertutup pada Selasa (21/7/2020).
Sidang dilakukan secara terpisah dan menghadirkan oknum dosen dan mahasiswi korban pelecehan.
Setelah melalui perdebatan panjang, Majelis Kode Etik mengambil keputusan dosen tersebut terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
Atas perbuatannya, oknum dosen tersebut diskors selama lima tahun atau 10 semester.
Tak hanya itu, oknum dosen tersebut dicopot dari jabatannya sebagai sekretaris bagian pidana di Fakultas Hukum.
Ketua Majelis Komisi Etik Zainal Asikin berharap kasus tersebut menjadi pembelajaran untuk para dosen agar tetap menjaga nama baik.
"Kita majelis etik ini ingin menjaga marwah yang kita bangun. Nama baik selama ini ternyata tercoreng oleh sikap perilaku seperti itu," kata Asikin.
Baca juga: Lecehkan Mahasiswi Saat Bimbingan Skripsi, Oknum Dosen Diskors 5 Tahun Tak Boleh Mengajar
“Sampai hari ini, korban ini masih belum mau melapor, karena kalau dia berani melapor proses pidana akan terungkap identitasnya, itu yang dikhawatirkan dari para korban," kata Joko yang juga menjadi penasehat Hukum dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unram.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya berusaha mendampingi agar korban mau melapor ke ranah pidana.
Baca juga: Divonis 1,5 Tahun pada April, Dosen Pelaku Kekerasan Seksual Kembali Muncul di Kampus
Joko juga mengatakan sudah bekerja sama dengan psikilog jika memang dibutuhkan.
“Kami juga sudah bekerja sama psikolog kalau memang itu dibutuhkan, namun sekali lagi masih sulit untuk melaporkan secara pidana, yang jelas satu korban dalam proses untuk bagaimana ia melapor,” kata Joko.
“Mau tidak mau proses pidana kita ini kan masih belum ramah terhadap identitas korban, pasti akan terbongkar, ini yang menjadi berat,” tambah Joko.
Sampai saat ini, menurut Joko, ada tiga korban yang sudah melapor ke kampus.
Satu korban sudah melapor secara formal, sedengkan dua lainnya hanya laporan secara informal melalui WhatsApp.
Hingga saat ini korban berharap ada pergantian pendampingan dosen pembimbing dan ada sanksi dari lembaga.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram Hirsanuddin mempersilakan siapa pun yang menjadi korban untuk melapor.
Baca juga: Polisi Tangkap WNA Perancis yang Lakukan Pelecehan Seksual kepada 305 Anak di Bawah Umur
Hirsanuddin berjanji akan melindungi korban jika melapor.
"Semua kita akan lindungi, kalau memang ada korban dan dia merasa rugi silakan lapor ke fakultas, kita akan proses," kata dia.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Karnia Septia | Editor: David Oliver Purba, Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.