Terkadang kartunis dituduh melakukan pencemaran nama baik dan dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Karya Edi pernah dilaporkan ke polisi. Kala itu, dia mengkritik kepala daerah yang tersandung kasus korupsi.
Untuk menjaga kewarasan, Edi mulai merubah caranya berkarya. Bermain aman.
Kritiknya lebih kepada layanan publik dan bukan tokoh politik, diwarnai humor dan satire yang tinggi.
“Penguasa itu mau menang sendiri. Tidak mau memahami seni. Karya kartun yang berisi nasihat, justru dipahami sebagai ejekan dan hinaan,” kata Edi Dharma dengan air muka prihatin, Selasa (7/7/2020).
Keliling dunia
Lelaki yang kini berusia 38 tahun ini tidak pernah bermimpi ke luar negeri.
Namun, jalan kartun membawanya melipir ke Negeri Jiran Malaysia, kemudian Siprus dan Turki.
Apabila tidak ada pandemi, Edi tentunya sudah menjejakkan kakinya ke Benua Biru. Sebab Edi didapuk Grand Prix atau juara utama di Kroasia.
Baca juga: Lewat Pengakuan Dosa, 240 Polisi di Sumsel Mengaku Gunakan Narkoba
Dalam kompetisi ini, dia menumbangkan 252 kartunis dari 52 negara.
Tidak hanya di Kroasia, dia juga seharusnya pergi ke Rumania. Dia sudah bertekad akan keliling Eropa. Lalu mengelilingi dunia, bertemu teman-teman kartunis.
Sesungguhnya Edi tidak menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Kendati demikian, dia tetap berteman dengan banyak kartunis dari Amerika, Perancis, India, Afrika, Australia, China, Korea dan lain-lainnya.
Kuncinya cuma satu, dia memanfaatkan teknologi dan selalu memberi hadiah karikatur wajah.
“Bahasa gambar adalah bahasa universal. Kita pun bisa saling berkomunikasi dan memahami budaya masing-masing,” kata Edi dengan penuh semangat.
Selain menambah banyak teman, Edi bisa membaca karakter, cara pikir, style dan kekuatan kartunis dunia untuk memperkaya wawasan dirinya.
Saat ke luar negeri, Edi turut mengikuti seminar seni dan budaya. Bahkan dia mengunjungi museum untuk membaca peradaban dunia.