Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Komik Hasil Jual Empek-empek, Edi Dharma Bisa Jadi Juara Dunia

Kompas.com - 07/07/2020, 11:56 WIB
Suwandi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


JAMBI, KOMPAS.com – Mimpinya sederhana, hanya ingin setara dengan kartunis Pulau Jawa.

Edi Dharma lahir dan besar di Jambi, kawasan pesisir di bagian tengah Pulau Sumatera.

Hidup serba seadanya membuat mimpinya menjadi tidak mudah

Untuk membeli komik, Edi harus berjualan empek-empek dan roti.

Namun, dari komik yang dia beli itu, Edi belajar kartun secara otodidak.

Baca juga: Mengenal Keunikan Kerupuk Gurilem, Tiga Rasa yang Menggoyang Lidah

Besar saat era Orde Baru membuat Edi kritis terhadap persoalan sosial, ekonomi dan politik.

Pada periode 1991-2001, dia menjajakan karyanya dan dimuat di Sriwijaya Post, Jambi Post dan Mediator.

Kerja secara profesional di Mediator sebagai illustrator cerita rakyat, Edi kemudian dilirik koran pertama dan terbesar di Jambi, yakni Jambi Independent pada 2003-2005.

Lalu dia meniti karir di TVRI Jambi sampai hari ini sebagai kartunis freelance, editorial kartun sepekan.

Selain itu, Edi mengajar menggambar dan mewarnai di sekolah Stellamaris, Jambi.

Edi juga mengisi program Mari Menggambar di TVRI Jambi seperti Tino Sidin pada masanya.

Berkarya dalam dua masa, Orde Baru dan Reformasi, menurut Edi, ada banyak perbedaan.

Edi memandang masa Orde Baru dapat melahirkan karya-karya kartun yang tajam dan berani dalam mengkritik persoalan, meskipun ada pembatasan.

Baca juga: Kisah Cinta Pengantin dengan Maskawin Sandal Jepit dan Segelas Air, Berawal dari Media Sosial

Kala menempuh zaman Reformasi, dia terganggu dengan jalan kebebasan yang kebablasan.

Kritik kadang menyerang pribadi, bukan pada inti persoalan. Wajah kartun menjadi penuh emosi dan opini.

Sebaliknya, kritik yang kuat dan akurat justru disebut hoaks.

Terkadang kartunis dituduh melakukan pencemaran nama baik dan dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Karya Edi pernah dilaporkan ke polisi. Kala itu, dia mengkritik kepala daerah yang tersandung kasus korupsi.

Untuk menjaga kewarasan, Edi mulai merubah caranya berkarya. Bermain aman.

Kritiknya lebih kepada layanan publik dan bukan tokoh politik, diwarnai humor dan satire yang tinggi.

“Penguasa itu mau menang sendiri. Tidak mau memahami seni. Karya kartun yang berisi nasihat, justru dipahami sebagai ejekan dan hinaan,” kata Edi Dharma dengan air muka prihatin, Selasa (7/7/2020).

Keliling dunia

Lelaki yang kini berusia 38 tahun ini tidak pernah bermimpi ke luar negeri.

Namun, jalan kartun membawanya melipir ke Negeri Jiran Malaysia, kemudian Siprus dan Turki.

Apabila tidak ada pandemi, Edi tentunya sudah menjejakkan kakinya ke Benua Biru. Sebab Edi didapuk Grand Prix atau juara utama di Kroasia.

Baca juga: Lewat Pengakuan Dosa, 240 Polisi di Sumsel Mengaku Gunakan Narkoba

Dalam kompetisi ini, dia menumbangkan 252 kartunis dari 52 negara.

Tidak hanya di Kroasia, dia juga seharusnya pergi ke Rumania. Dia sudah bertekad akan keliling Eropa. Lalu mengelilingi dunia, bertemu teman-teman kartunis.

Sesungguhnya Edi tidak menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Kendati demikian, dia tetap berteman dengan banyak kartunis dari Amerika, Perancis, India, Afrika, Australia, China, Korea dan lain-lainnya.

Kuncinya cuma satu, dia memanfaatkan teknologi dan selalu memberi hadiah karikatur wajah.

“Bahasa gambar adalah bahasa universal. Kita pun bisa saling berkomunikasi dan memahami budaya masing-masing,” kata Edi dengan penuh semangat.

Selain menambah banyak teman, Edi bisa membaca karakter, cara pikir, style dan kekuatan kartunis dunia untuk memperkaya wawasan dirinya.

Saat ke luar negeri, Edi turut mengikuti seminar seni dan budaya. Bahkan dia mengunjungi museum untuk membaca peradaban dunia.


Dalam berkarya di tingkat dunia, Edi Dharma begitu senang karyanya bisa dinikmati secara lintas agama, suku, ras dan bangsa.

Edi Dharma juga merasa lebih peka terhadap persoalan dunia seperti virus corona, kesedihan perang, rasisme, perubahan iklim dan kelaparan serta krisis air.

“Kartun bisa menjadi obat untuk dunia yang sakit, untuk menghibur kepedihan-kepedihan, dan penawar-penawar racun yang disebarkan orang-orang jahat,” sebut Edi.

Dalam 2 tahun terakhir, Edi menorehkan cukup banyak prestasi.

Edi juara tiga International Cartoon Exibition 2019 di Malaysia; juara dua International Olive Oil Contest 2019, Cyprus, Turkey; dan Grand Prix International Zagreb Car Cartoon Exhibit, 2019, Croatia.

Kemudian juara satu International Rhubarb Cartoons Contest 2020, Romania; dan Top Ten International Cartoon Competition and Exhibition 2020, Malaysia.

Kurang dukungan pemerintah

Meski telah lima kali mengibarkan Merah Putih di luar negeri, Edi belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.

Berbeda dengan kartunis negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang mendapat dukungan penuh dari Negara.

Menurut Edi, kartunis Pulau Jawa cukup banyak karena mendapatkan akses informasi dan fasilitas yang memadai.

Sementara di Sumatera, jumlah kartunis dapat dihitung jari.

Selain itu, kartunis di Indonesia juga minim kompetisi, sehingga sulit membangun ruang diskusi dan jaringan.

Dalam keadaan sulit itu, Edi bertekad agar setara dengan kartunis Pulau Jawa.

Untuk menajamkan karya kartun, Edi mulai mencermati karya-karya tokoh-tokoh inspirasi seperti GM Sudarta, Dwi Kundoro dan Jitet Kustana. Saat masa anak-anak, dia menggandrungi Tino Sidin.


Kemunculan Edi Dharma di panggung dunia sempat membuat heboh di kalangan kartunis dalam negeri, karena sebelumnya memang tidak dikenal, tidak masuk dalam radar kartunis papan atas di Indonesia.

Dia pun menjadi buah bibir; banyak yang memuja, tak sedikit yang mencaci.

“Untuk meneguhkan eksistensi, sesungguhnya karya lah yang bicara. Bukan persoalan popularitas dan nama baik semata. Saya senang dengan tekanan, dengan banyak tekanan kita menjadi lebih kuat,” kata Edi.

Banyak anak-anak muda yang kini tertarik dengan kartun. Anak-anak juga menjadi gemar menggambar. Ada beberapa pihak yang kini tengah bekerja untuk membuat buku biografi Edi.

Edi pun tak pernah lelah untuk menularkan ilmu kepada semua orang yang bertanya dan hendak berguru.

Edi termasuk kartunis milenial, karena banyak berkarya di atas layar laptop atau komputer. Edi sering bicara tentang cinta dan disebarkan melalui kanal Youtube dan media sosial.

Dengan modal lebih dari 21 karya seni kartun, ilmu Edi sudah dianggap mumpuni.

Dia mengobarkan semangat kartunis Sumatera untuk terus belajar agar setara dengan kartunis Pulau Jawa.

Melalui televisi dan sosial media, Edi terus mengedukasi masyarakat agar paham mengenai karikatur dan kritik yang ada di dalamnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com