Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3.000 Hektar Hutan di NTT Rusak Ditebang Warga, Pemerintah Dinilai Tidak Tegas

Kompas.com - 04/07/2020, 16:20 WIB
Markus Makur,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com - Sebanyak 3.000 hektar hutan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Rutang, NTT, rusak parah karena perambahan.

Warga sekitar menanam berbagai tanamanan komoditi seperti kopi, pisang, dan pohon-pohon lainnya.

Kawasan Taman Wisata Alam Ruteng masuk dalam Kabupaten Manggarai Timur dan Manggarai.

"Hutan rusak di kawasan Taman Wisata Alam yang berada di Kabupaten Manggarai Timur seluas 3.000 hektar. Kerusakan hutan yang sangat parah itu akibat perambahan dan penebangan pohon oleh masyarakat di sekitar kawasan tersebut," ujar Koordinator Perlindungan dan Pengawasan Hutan TWA Ruteng, Afridus Alang kepada wartawan di lokasi hutan rusak di Lok Pahar, beberapa waktu lalu.

Baca juga: TNI Pasang Patok di Kantor Wali Kota Magelang, Ini 2 Opsi bagi Pemkot

Alang menjelaskan, khusus di Lok Pahar, areal hutan yang rusak dan dirambah warga seluas 320 hektar.

Warga juga membangun pondok di tengah kawasan hutan tersebut.

Tampaknya penegakan hukum tak membuat perambah jerah. Ini karena sudah berkali-kali warga dilaporkan dan masuk penjara, tapi mereka kembali merambah hutan.

"Kami (BKSDA) tidak bisa bekerja sendiri, butuh keterlibatan semua pihak, Pemkab Manggarai Timur, dan DPRD Manggarai Timur agar warga tidak lagi merambah hutan," ucap dia.

Baca juga: TNI Pasang Patok di Kantor Wali Kota Magelang, Komandan: Mereka Tempati Aset Kami

Saat kunjungan kerja di lokasi hutan TWA Ruteng yang rusak, Ketua DPRD Manggarai Timur, Heremias Dupa bersama enam anggota lainnya, menjelaskan bahwa kawasan hutan Taman Wisata di wilayah Kecamatan Pocoranaka, Pocoranaka Timur, dan Sambirampas rusak sangat parah.

"Saya gelisah dan sedih ketika melihat kawasan hutan sebagai penyangga kehidupan rusak sangat parah. Kami (DPRD) segera menyurati Balai Konservasi Sumber Daya Alam di Kupang dan Ruteng serta pihak kepolisian dan Bupati Manggarai Tumur, Gubernur NTT untuk segera mencari solusi terhadap kasus perambahan hutan tersebut," ungkapnya.

Kepala Desa Sata Nawang Geradus Naji mengatakan, dampak nyata kerusakan hutan dan perambahan hutan di kawasan konservasi di Lok Pahar sudah sangat terasa.

Di antaranya debit air dan irigasi mengecil.

Naji menjelaskan, hutan konservasi rusak dan dirambah sejak 2015, dan 2020 ini kondisi hutannya sangat memprihatinkan.

Dia berharap agar DPRD yang sudah turun lokasi bisa mencarikan solusi.

"Saya selalu diteror oleh warga di lokasi Lok Pahar apabila mengingatkan mereka untuk tidak merambah hutan. Warga tebang pohon di area kawasan konservasi. Saya biasa pergi bersama petugas BKSDA wilayah II Resor Watunggong untuk memberikan imbauan, " jelasnya.

Mantan Kepala Desa Satar Nawang periode 1994-2003, Pius Rabung menyampaikan, saat masih menjadi kepala desa, hutan di kawasan Lok Pahar masih utuh.

Namun, akhir-akhir ini banyak warga yang semakin gencar merambah hutan.

"Dampak sekarang air minum dan air sawah sudah semakin berkurang. Debit air di mata airnya sudah berkurang," jelasnya.

Hal serupa disampaikan Kepala Desa Ngkiong Dora Fransiskus Wijanarko Vendoro.

Dia mengatakan, penebangan hutan masih terjadi karena petugas tak tegas kepada pelaku.

"Ada 200 kepala-kepala dari desa saya yang sudah menikmati hasil kopi dari kawasan yang dirambah. Hasil kopi di areal itu ada ribuan liter dengan pendapatan per tahunnya Rp 100 juta. Dari hasil itu warga bisa membiayai kuliah anak mereka," jelasnya.

Vendoro mengatakan, sejak awal pemerintah melakukan pembiaran kepada warga untuk merambah hutan karena tidak ada ketegasan.

"Terima kasih atas kunjungan kerja dari DPRD Manggarai Timur. Saya mau menyampaikan bahwa DPRD harus hati-hati dan harus mencari solusi untuk menangani para perambah hutan ini," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com