Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Fahri, 9 bulan, diare hebat tanpa henti selama dua hari, pada pertengahan Mei lalu.
"Tiap jam dia buang air terus dan dia demam," kata Iyansyah, ayah Fahri, seorang wiraswasta.
Saat itu, keluarga mencoba mengobati Fahri dengan obat dari apotek, tapi kondisinya tak juga membaik.
Saat akhirnya Fahri dibawa ke sebuah rumah sakit swasta di dekat kediamannya, Iyansyah mengatakan kesadaran anaknya sudah menurun.
Baca juga: Orangtua Pasien Anak Positif Covid-19 di Yogyakarta juga Diisolasi
Rumah sakit itu tak dilengkapi fasilitas gawat darurat untuk anak, maka Fahri dirujuk ke rumah sakit lain.
Namun, meski sudah membayar deposit, Fahri ditolak masuk ke rumah sakit itu karena tempat itu sudah penuh, kata Iyansyah.
Fahri terpaksa dirawat layaknya pasien umum. Iyansyah kembali mengingat saat-saat Fahri menjelang ajal.
"Dia sudah nggak ada tenaga, lemas. Pantatnya sudah merah-merah, lecet karena diare. Dia kesulitan bernapas, saya lihat karena saya di sampingnya. Dia dibantu oksigen," kata Iyansyah.
Baca juga: Pasien Anak Positif Corona di RSUP Sardjito Kondisinya Membaik
"Harusnya dibawa ke Pediatric Intensive Care Unit (PICU) saat itu."
Pada tanggal 23 Mei, Fahri meninggal dunia. Empat hari kemudian, hasil tes menunjukkan Fahri meninggal akibat Covid-19.
"Saya dropped. Stres saya. Makan nggak enak, nggak ada nafsu makan. Nggak menyangka dia akan secepat itu meninggalkan kami. Terus divonis Covid. Saya sampai hari ini masih kepikiran," katanya.
Ia menyesalkan fasilitas rumah sakit rujukan yang saat itu tak menerima Fahri.
Baca juga: Pasien Anak Positif Corona di Yogyakarta Sempat Jalan-jalan di Depok