KOMPAS.com - Menjelang awal tahun ajaran baru 13 Juli 2020 mendatang, sejumlah guru dan orang tua menyatakan khawatir dengan perkembangan akademik para siswa setelah diterapkannya pendidikan jarak jauh (PJJ) untuk menekan penularan Covid-19.
Mereka mengatakan, keterbatasan fasilitas pendukung hingga ketidaksiapan siswa belajar di rumah, membuat sistem itu "belum efektif"- keadaan yang mengakibatkan capaian akademik siswa "tertinggal", menurut seorang pengamat pendidikan.
Ada orang tua siswa yang berharap anaknya segera kembali ke sekolah, tapi ada juga yang tidak sepakat kegiatan belajar secara tatap muka diberlakukan karena alasan kesehatan.
Sementara, pemerintah meminta pihak terkait memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mengoptimalkan PJJ.
Baca juga: New Normal di Sekolah, Guru Harus Siap Ubah Model Belajar di Kelas
Alih-alih belajar di rumah, siswanya kini hanya membantu orang tua mereka masing-masing berladang karena tidak adanya layanan internet di desa itu.
"Saya kan daerahnya termasuk daerah tertinggal. Di sana belum ada sinyal. Jangankan sinyal internet, untuk telepon, SMS itu pun hanya tempat tertentu saja yang ada sinyalnya," ujar Oktoriyadi.
Baca juga: Lakukan Rapid Test Guru dan Kepsek, Wali Kota Madiun Tak Persoalkan Jumlah Anggaran yang Dikeluarkan
Menonton siaran TVRI pun tidak bisa karena tidak adanya sumber listrik di siang hari, ujar Oktoriyadi. Itu membuatnya khawatir.
"Saya sangat mengkhawatirkan anak-anak tidak mendapat akses pendidikan."
"Kalau saya pikir di daerah saya, sebaiknya anak-anak diberlakukan sekolah seperti biasa, dengan pertimbangan di sana belum juga terlalu zona merah. Sekolah bisa dilaksanakan dengan protokol pencegahan Covid-19, seperti menjaga jarak," kata Oktoriyadi.
Kapuas Hulu tercatat memiliki satu kasus positif Covid-19 dengan dua pasien dalam pengawasan (PDP) dan lebih dari 500 orang dalam pemantauan (ODP) per tanggal 1 Juni 2020.
Baca juga: 6 Cara Asyik Guru Membuat Kegiatan Membaca di Rumah Makin Menyenangkan
Sementara, di Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat, keadaannya sedikit lebih baik meski penuh tantangan, seperti dituturkan seorang guru sekolah dasar negeri, Dian Misastra.
Ia mengatakan tak semua dari siswanya, yang kebanyakan anak dari petani, memiliki ponsel. Karenanya, ia harus mengunjungi rumah siswa-siswanya untuk mengajar secara langsung, hal yang dilakukannya secara sukarela meski dikatakannya "belum mendapatkan insentif".
Meski begitu, ia mengatakan tak mungkin kurikulum yang normal bisa diterapkan dalam PJJ. Jika sekolah baru dibuka akhir tahun atau awal tahun depan, dampaknya pun akan sangat besar bagi siswa, katanya.
Maka itu, ia berpendapat, jika situasi sudah aman dan memungkinkan, sekolah mestinya dapat dibuka kembali.
"Misalnya zona di sini nggak terlalu berbahaya, nggak harus semua sekolah dirumahkan. Ada yang kondisi aman, lanjut masuk sekolah dengan protokol kesehatan," ujarnya.
Baca juga: Kemdikbud: Guru Diimbau Tak Bebani Anak PAUD dan Orangtua dengan Tugas
Pendi, orang tua siswa kelas IX di sebuah sekolah di Pamulang, Tangerang Selatan, menceritakan apa yang diamatinya.
"Berantakan [cara belajarnya]. Ya [anak] berpikirnya main saja. Yang jelas, anaknya nggak siap untuk belajar di rumah," ujarnya.
"Kalau ujian yang jawab malah ibunya. Saat ujian, minta (jawaban) di Google, jadi nggak murni itu," ujarnya.
Baca juga: 25 Guru Honorer Dapat Bantuan Kuota Internet untuk Mengajar via Online Selama PSBB
Pendi mengatakan tak masalah jika anaknya kembali bersekolah, asal protokol jaga jarak aman bisa dijalankan.
Namun, sikap orang tua murid lain, Ardi, warga Bintaro, Jakarta Selatan, berbeda.
"Pilihannya itu kan keselamatan anak atau anak bodoh. Kasarnya begitu. Kalau kita disuruh pilih, ya pilih anak selamat dong," ujar Ardi, ayah dua anak laki-laki yang duduk di bangku TK dan SD itu.
Ia mengatakan juga tak keberatan jika generasi pelajar saat ini, yang terdampak Covid-19, diminta mengulangi pelajaran yang tidak bisa mereka terima saat pandemi di kemudian hari.
"Karena mereka benar-benar missed (ketinggalan) pelajaran. Takutnya mereka dipaksain naik [kelas], tapi tidak mampu, ada yang kelewat silabusnya," ujarnya.
Baca juga: Guru, Lakukan Manajemen MAU agar Belajar dari Rumah Efektif
IDAI menyebut kasus infeksi Covid-19 pada anak Indonesia cukup tinggi, yakni dengan lebih dari 500 kasus dan setidaknya 14 kematian.
Sementara, 129 anak berstatus meninggal dalam status pasien dalam pengawasan (data hingga pertengahan Mei).
Berkaitan dengan itu, lebih dari 97.000 orang telah menandatangani petisi daring untuk mendesak penundaan masuk sekolah selama pandemi.
Baca juga: Cerita Guru Kiswanto Mengajar Jarak Jauh Murid SD Tanpa Internet
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri mengatakan tahun ajaran baru akan dimulai 13 Juli mendatang, tapi itu tak berarti kegiatan belajar tatap muka di sekolah kembali dimulai.
Pelaksana tugas (PLT) Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengatakan sekolah akan kembali dibuka tergantung perkembangan kondisi daerah masing-masing dan kesehatan siswa akan menjadi prioritas pemerintah.
Baca juga: Guru, Ini Tips Pembelajaran Jarak Jauh dari Mendikbud Nadiem Makarim
"Kalau sampai akhir tahun [sekolah] hanya melakukan PJJ, dampaknya secara akademik adalah akan tertinggal dan pasti banyak mekanisme assessment yang tak bisa dilakukan, dalam arti tes-tes sekolah," ujar Anggi.
"Dalam sekolah vokasi, praktik-praktik magang tertunda. Namun, saya pikir nggak masalah dibanding kita mengejar capaian akademik. Keselamatan menurut saya yang utama," ujarnya.
Baca juga: Susah Sinyal, Guru Tidak Tetap di Gunungkidul Terpaksa Datangi Murid
Anggi mengatakan dalam jangka pendek, pemerintah pusat maupun daerah perlu melakukan evaluasi terhadap sistem PJJ untuk menemukan solusi-solusi dari masalah yang terjadi di lapangan.
Ke depannya, kata Anggi, pemerintah perlu memikirkan langkah-langkah percepatan capaian akademis siswa, ujarnya.
Baca juga: Langkah Guru Tidak Tetap Datangi Murid Diapresiasi Disdik Gunungkidul
Sementara itu, menanggapi sejumlah kendala dalam PJJ, PLT Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengatakan dalam keterangan tertulis, ia mengimbau orang tua mendampingi anaknya belajar di rumah.
Untuk daerah yang terkendala internet, ia meminta siswa belajar melalui TVRI, RRI, atau buku pegangan siswa.
"Kalau TVRI tidak ada akses, bisa pakai RRI atau radio lokal dan guru kunjung," sebutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.