Kepala dusun bantah mengancam
Sementara itu, Kepala Dusun Kopen Giman membantah mengancam warga seperti tuduhan itu.
Menurutnya, permintaan tanda tangan tersebut sebagai bentuk dukungan untuk mempertegas pembelian tanah kuburan.
Giman menceritakan duduk perkara kejelasan upah pengerjaan proyek bronjong tersebut. Awalnya, warga sepakat membeli tanah untuk lapangan voli dengan upah pengerjaan proyek bronjong.
Tapi, tak ada kesepakatan antara warga dan pemilik tanah. Pemilik tanah memasang harga sebesar Rp 60 juta, sementara warga meminta Rp 50 juta.
Karena tak kunjung sepakat, Giman mengadakan pertemuan dengan warga.
Baca juga: 86 Anak Positif Covid-19, Pemprov NTB: Orangtua Tetap Saja Mengajak Keluar Rumah
Dari pertemuan itu, muncul kesepakatan menggunakan uang upah pekerjaan proyek untuk membeli tanah kuburan.
"Beberapa kali pertemuan antarwarga terkait kesepakatan pembelian tanah kuburan, memang tidak ada administrasinya, notulennya tidak ada," kata dia.
Giman mengatakan, harga tanah untuk perluasan makam itu senilai Rp 15 juta.
“Warga yang lanjut usia minta dibelikan tanah kuburan dengan catatan warga akan tetap membeli tanah untuk lapangan voli dari urunan jika ada yang menjual,” imbuh Giman.
Giman menjelaskan, anggaran proyek bronjong senilai Rp 44 juta itu tak cuma untuk upah warga. Tapi, meliputi material, gotong royong, dan upah pekerjaan memecah batu.
Batu kali berukuran besar tersebut dipecah menjadi kecil agar bisa dipasang pada kawat bronjong.
Dari nilai Rp 44 juta itu, sebanyak Rp 20 juta merupakan anggaran upah kerja warga.
“Rp 15 juta dibelikan tanah kuburan yang Rp 5 juta untuk merenovasi balai dusun,” katanya.