Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR: PSBB Tak Efektif, Ganti Karantina Komunal Saja

Kompas.com - 09/05/2020, 20:56 WIB
Farid Assifa,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai bahwa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah tidak efektif dalam menecegah penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, Dedi meminta PSBB dihentikan.

Dedi mengatakan, PSBB tidak efektif karena beberapa hal. Pertama, kebijakan hari ini bahwa pusat sudah melonggarkan transportasi.

Dengan pelonggaran transportasi, interaksi orang sudah makin tinggi dan banyak. Sementara, PSBB adalah bertujuan untuk menekan jumlah orang berinterkasi baik antar-individu maupun antar-wilayah.

Kedua PSBB tidak efektif karena pada praktiknya, lalu lintas mobil tetap bisa lolos pos pemeriksaan. Memang, ada penjagaan ketat, namun hanya pada jam-jam tertentu.

"Pengendara tetap lolos penjagaan baik siang maupun malam," kata Dedi kepada Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).

Baca juga: PSBB Diperpanjang, Wali Kota Ingin Padang Bebas Covid-19 pada 29 Mei

Lalu alasan ketiga tidak efektifnya PSBB adalah karena aturan itu terlalu panjang dan lama sehingga berdampak pada ekonimi dan sosial masyarakat.

Di sini lain, ada kebijakan yang saling berbenturan, seperti PSBB dan kelonggaran transportasi sehingga membuat masyarakat bingung.

"PSBB menyebabkan sektor ekonomi jadi terhenti kalau kebijakan itu terlalu lama," kata Dedi.

Selain itu, kata Dedi, kebijakan PSBB tak sepenuhnya ditaati masyarakat. Misalnya, satu toko buka, tetapi toko lain tutup. Orang berkerumun di satu toko yang buka, dan itu tidak ada artinya PSBB untuk menekan interaksi manusia.

"Kasihan yang taat aturan tinggal di rumah malah menderita dan upaya mereka juga jadi sia-sia," ujar Dedi.

Baca juga: Pemeriksaan Cepat, Kunci Rahasia Bali Kendalikan Wabah Covid-19 Tanpa PSBB

 

Memicu problem sosial

Pelanggar PSBB di Berikan Sanksi Push Up di Tambun, Bekasi, Rabu (15/4/2020).Dokumen Instagram Bekasi24 Jam Pelanggar PSBB di Berikan Sanksi Push Up di Tambun, Bekasi, Rabu (15/4/2020).
Alasan lain bahwa PSBB tak efektif adalah kebijakan itu malah memicu problem sosial akibat bantuan dampak corona yang tak merata dan salah sasaran.

"Daripada tidak jelas, ya sudah hentikan saja PSBB karena membingungkan masyarakat oleh regulasi yang aneh-aneh. Selain itu, masyarakat bandel tetap saja bebas dan lolos pemeriksaan. Mobil hanya dipelain di pos pemeriksaan dan lolos begitu saja," kata Dedi.

Selain itu, kata Dedi, kebijakan dalam pencegahan penyebaran corona akhirnya bersifat politis. Kepanikan berlebihan menyebabkan pemerintah membuat tafsir masing-masing atas aturan.

Baca juga: Saat PSBB Jabar Berlaku 6 Mei, Cianjur Hanya Berlakukan PSBB Parsial di 18 Kecamatan

 

Lalu tafsir itu dibuat berdasakan kepentingan diri masing-masing bukan untuk publik, karena berkaitan politik, seperti untuk pilpres dan pilkada.

"Kalau urusan penyakit dibawa ke tafsir begini, kasihan masyarakat," katanya.

Dampak lain dari PSBB adalah membuat aparat jenuh saat menjaga pos pemeriksaan sehingga mudah emosi ketika menghadapi masyarakat yang bandel. Tapi di sisi lain, masyarakat juga mulai jenuh karena tak bebas bepergian.

"Pegawai Dishub apa tak jenuh. Satpol PP apa tak jenuh? Akhirnya mereka emosi di jalan. Dan, masyarakat pun emosi karena dihalangi ketika bepergian hingga sama-sama emosi dan memicu konflik," jelas mantan bupati Purwakarta itu.

Baca juga: Sri Sultan HB X Ingatkan Warga soal Corona: Mengasah Mingising Budi, Memasuh Malaning Bumi

Karantina komunal

Sebagai pengganti PSBB, Dedi mengusulkan karantina komunal berbasis RW dan desa. Menurut Dedi, desa-desa hingga tingkat RW dilengkapi tempat karantina, pos penjagaan, APD, ambulans dan alat pengukur suhu tubuh (thermograf). Lebih baik jika tes swab dilakukan hingga tingkat RW.

"Mereka tutup sendiri wilayah masing-masing. Setiap ada orang yang masuk ke kampung diperiksa. Itu jauh lebih efektif," katanya.

Menurutnya, masyarakat desa itu dikenal mandiri. Mereka bisa menjaga kampungnya sendiri; membangun jalan sendiri; pos ronda sendiri dan; membuat sistem sendiri.

Konsep karantina komunal, kata Dedi, sedang dilakukan di Purwakarta. Ia sendiri yang menginisiasi gagasan itu. Menurutnya di setiap kampung dan desa ada karantina dengan memanfaatkan bangunan sekolah dan lainnya. Lalu masyarakat juga mendirikan pos pemeriksaan lengkap dengan APD, ambulans dan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com