Salin Artikel

Anggota DPR: PSBB Tak Efektif, Ganti Karantina Komunal Saja

Dedi mengatakan, PSBB tidak efektif karena beberapa hal. Pertama, kebijakan hari ini bahwa pusat sudah melonggarkan transportasi.

Dengan pelonggaran transportasi, interaksi orang sudah makin tinggi dan banyak. Sementara, PSBB adalah bertujuan untuk menekan jumlah orang berinterkasi baik antar-individu maupun antar-wilayah.

Kedua PSBB tidak efektif karena pada praktiknya, lalu lintas mobil tetap bisa lolos pos pemeriksaan. Memang, ada penjagaan ketat, namun hanya pada jam-jam tertentu.

"Pengendara tetap lolos penjagaan baik siang maupun malam," kata Dedi kepada Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).

Lalu alasan ketiga tidak efektifnya PSBB adalah karena aturan itu terlalu panjang dan lama sehingga berdampak pada ekonimi dan sosial masyarakat.

Di sini lain, ada kebijakan yang saling berbenturan, seperti PSBB dan kelonggaran transportasi sehingga membuat masyarakat bingung.

"PSBB menyebabkan sektor ekonomi jadi terhenti kalau kebijakan itu terlalu lama," kata Dedi.

Selain itu, kata Dedi, kebijakan PSBB tak sepenuhnya ditaati masyarakat. Misalnya, satu toko buka, tetapi toko lain tutup. Orang berkerumun di satu toko yang buka, dan itu tidak ada artinya PSBB untuk menekan interaksi manusia.

"Kasihan yang taat aturan tinggal di rumah malah menderita dan upaya mereka juga jadi sia-sia," ujar Dedi.

"Daripada tidak jelas, ya sudah hentikan saja PSBB karena membingungkan masyarakat oleh regulasi yang aneh-aneh. Selain itu, masyarakat bandel tetap saja bebas dan lolos pemeriksaan. Mobil hanya dipelain di pos pemeriksaan dan lolos begitu saja," kata Dedi.

Selain itu, kata Dedi, kebijakan dalam pencegahan penyebaran corona akhirnya bersifat politis. Kepanikan berlebihan menyebabkan pemerintah membuat tafsir masing-masing atas aturan.

Lalu tafsir itu dibuat berdasakan kepentingan diri masing-masing bukan untuk publik, karena berkaitan politik, seperti untuk pilpres dan pilkada.

"Kalau urusan penyakit dibawa ke tafsir begini, kasihan masyarakat," katanya.

Dampak lain dari PSBB adalah membuat aparat jenuh saat menjaga pos pemeriksaan sehingga mudah emosi ketika menghadapi masyarakat yang bandel. Tapi di sisi lain, masyarakat juga mulai jenuh karena tak bebas bepergian.

"Pegawai Dishub apa tak jenuh. Satpol PP apa tak jenuh? Akhirnya mereka emosi di jalan. Dan, masyarakat pun emosi karena dihalangi ketika bepergian hingga sama-sama emosi dan memicu konflik," jelas mantan bupati Purwakarta itu.

Karantina komunal

Sebagai pengganti PSBB, Dedi mengusulkan karantina komunal berbasis RW dan desa. Menurut Dedi, desa-desa hingga tingkat RW dilengkapi tempat karantina, pos penjagaan, APD, ambulans dan alat pengukur suhu tubuh (thermograf). Lebih baik jika tes swab dilakukan hingga tingkat RW.

"Mereka tutup sendiri wilayah masing-masing. Setiap ada orang yang masuk ke kampung diperiksa. Itu jauh lebih efektif," katanya.

Menurutnya, masyarakat desa itu dikenal mandiri. Mereka bisa menjaga kampungnya sendiri; membangun jalan sendiri; pos ronda sendiri dan; membuat sistem sendiri.

Konsep karantina komunal, kata Dedi, sedang dilakukan di Purwakarta. Ia sendiri yang menginisiasi gagasan itu. Menurutnya di setiap kampung dan desa ada karantina dengan memanfaatkan bangunan sekolah dan lainnya. Lalu masyarakat juga mendirikan pos pemeriksaan lengkap dengan APD, ambulans dan lainnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/05/09/20563101/anggota-dpr-psbb-tak-efektif-ganti-karantina-komunal-saja

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke