Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Jejak Kereta Api dan Penjajahan Belanda di Tanah Priangan, Tanam Paksa hingga Plesiran (1)

Kompas.com - 06/05/2020, 12:59 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Selagi menumpang kereta api dan termenung menatap bukit dan hijaunya perkebunan, boleh jadi Anda tidak tahu apa yang Anda lewatkan.

Melalui laporan berikut ini, kami ajak Anda berpetualang di Priangan, Jawa Barat, dengan menelusuri rel dari Bogor hingga Cianjur. Jalur kereta di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan yang tertua kedua di Asia, setelah India, pada era 1800-an.

Priangan. Daerah di Jawa Barat ini merupakan salah satu kawasan yang menjadi tumpuan ekonomi pemerintah kolonial Belanda.

Baca juga: Loko Coffee Shop Kini Hadir di Stasiun Purwokerto

Tak pelak, Priangan menjadi wilayah prioritas pembangunan rel kereta api sebagai sarana pengangkut hasil bumi.

Kita akan menelusuri jejak penjajahan berusia ratusan tahun di kawasan ini dari Bogor hingga Cianjur, seraya menyinggahi beberapa tempat bersejarah di sekitar jalur tersebut.

Dalam penelusuran ini, wartawan BBC News Indonesia, Jerome Wirawan, menemukan berbagai fakta yang mungkin Anda juga belum mengetahuinya.

Baca juga: Nongkrong di Loko Coffee Shop, Kedai Kopi Dekat Stasiun Bandung

Terowongan kereta api pertama di Indonesia yang dibangun 1879-1882 ada di Priangan; kaitan pembangunan jalur kereta api di Priangan dengan kegiatan plesiran orang Belanda pada masanya; alasan di balik pembangunan Stasiun Bogor yang berhadapan dengan Istana Bogor; serta Cianjur yang sempat menjadi ibu kota Priangan.

Sosok yang memandu dalam napak tilas kali ini adalah Dicky Soeria Atmadja.

Dicky adalah seorang akademisi dalam bidang teknik pemetaan dari Institut Teknologi Bandung, yang aktif sebagai wakil ketua International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) Indonesia—sebuah organisasi nonpemerintah beranggotakan berbagai akademisi yang mendorong pelestarian cagar budaya.

Baca juga: Loko Cafe, Tempat Kongkow Pakai Kayu Kereta Sisa Zaman Belanda...

Stasiun Bogor

Stasiun Bogor, sekitar tahun 1870-an. Leiden University Libraries (KITLV 3212) Stasiun Bogor, sekitar tahun 1870-an.
Stasiun Bogor pada Februari 2020. dok BBC Indonesia Stasiun Bogor pada Februari 2020.
Perjalanan kita mulai dari Stasiun Bogor atau yang dulu dikenal dengan nama Buitenzorg.

Stasiun Bogor merupakan titik mula proyek pengerjaan rel kereta api di Priangan.

Stasiun ini awalnya dibangun oleh Nederlandsch Indische Spoorweg atau NIS, sebuah jawatan kereta api milik swasta era Hindia Belanda, untuk melayani perjalanan dari Batavia menuju Buitenzorg dan sebaliknya.

"Karena dianggap sukses, maka setelah pembukaan jalur dari Batavia ke Bogor pada tahun 1873 pemerintah kolonial saat itu meminta untuk dilanjutkan pembangunannya dari Buitenzorg atau Bogor ke arah Sukabumi, Cianjur, bahkan sampai ke Bandung," papar Dicky.

Baca juga: Mencuci Loko, Ritus Museum KA Ambarawa Sambut Libur Lebaran

Dalam membangun jalur pertama di Priangan dari mulai Bogor ke arah Sukabumi, NIS mengalami kendala finansial karena jalur tersebut melalui medan yang berbukit-bukit dan menyulitkan konstruksi.

"Jalur ini diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Pangrango dan Gunung Salak. Tentu saja wilayah yang berbukit-bukit ini akan berdampak pada begitu beratnya konstruksi jalur kereta api di lapangan. Karena akan banyak jembatan yang harus dibangun dan jalurnya pun harus berkelok-kelok naik turun," kata Dicky.

Pengerjaan jalur Priangan lantas diambil alih Staatsspoorwegen, perusahaan milik Kerajaan Belanda, pada 1879.

Baca juga: Kereta Wisata Baru di Solo, Lokomotif Uap Kuno Berusia Hampir 1 Abad

"Dimulai pada tahun 1879 pembangunan diteruskan bahkan sampai ke Cianjur sampai ke Bandung sampai ke Cicalengka tahun 1884," papar Dicky.

"Jadi jalur kereta api pertama di Priangan bukanlah jalur yang kita kenal selama ini, yaitu jalur Batavia, Purwakarta, Cikampek sampai ke Bandung. Tapi justru dari Bogor ke Sukabumi, Cianjur, Cimahi dan Bandung," imbuhnya.

Saat membangun jalur kereta Priangan, SS memindahkan stasiun Bogor yang sempat dibangun NIS.

"Tahun 1879 pembangunan jalur ini dimulai sebetulnya bukan dari titik ini tapi agak ke utara sedikit. Di sanalah stasiun yang dibangun oleh NIS saat itu dari Batavia sampai ke Bogor. Namun saat dilanjutkan oleh SS, stasiun tersebut dipindahkan dari posisi semula ke sini tahun 1879, walaupun saat itu bangunannya belum semegah ini masih sederhana," papar Dicky.

Baca juga: KAI Operasikan Kembali Lokomotif Uap Kuno Buatan Jerman di Jawa Tengah

Peron Stasiun Bogor sekitar tahun 1927. Leiden University Libraries (KITLV 157524) Peron Stasiun Bogor sekitar tahun 1927.
Peron Stasiun Bogor pada Februari 2020. dok BBC Indonesia Peron Stasiun Bogor pada Februari 2020.
Pembangunan ulang Stasiun Bogor, menurutnya, memperhitungkan keberadaan Paleis Buitenzorg atau Istana Bogor.

"Muncul pemikiran bahwa stasiun yang posisinya dekat sekali bahkan berhadap-hadapan dengan Paleis Buitenzorg atau Istana Bogor sekarang tentu juga akan melayani kebutuhan transportasi gubernur jenderal," ujar Dicky.

Saat itu, di seluruh Asia, hanya ada dua kawasan yang sudah menerapkan jalur kereta api yaitu India dan Hindia Belanda. Jalur kereta di India dibangun oleh pemerintah kolonial Inggris.

"Saat itu yang menjadi acuan bangunan fasilitas-fasilitas perkeretaapian adalah Inggris dan orang-orang Belanda saat itu berpikir kita setidaknya harus bisa menyamai stasiun-stasiun yang dibangun Inggris bahkan lebih megah dari stasiun yang dibangun oleh Inggris.

Baca juga: Setelah 36 Tahun, Akhirnya Lokomotif Pertama Tiba di Stasiun Garut...

Peron Stasiun Bogor sekitar tahun 1900. Leiden University Libraries (KITLV 182791) Peron Stasiun Bogor sekitar tahun 1900.
Peron Stasiun Bogor pada Februari 2020. dok BBC Indonesia Peron Stasiun Bogor pada Februari 2020.
"Karena itu mereka membuat dan merancang sebuah stasiun yang sangat megah dengan kualitas material yang nomor satu saat itu. Dan akhirnya 1881 terwujudlah bangunan stasiun ini yang kita kenal sekarang sebagai Stasiun Bogor," ungkap Dicky.

Dicky lantas menunjukkan jejak kemegahan di Stasiun Bogor berupa fasad dengan ukiran pada kusen kayunya yang, menurutnya, sangat jarang ditemui di bangunan stasiun lain.

Kemudian terdapat sebuah ruang VIP di Stasiun Bogor yang diduga sebagai ruang tunggu gubernur jenderal Hindia Belanda. Di ruangan ini lantainya terbuat dari marmer dan dindingnya memiliki ukiran dari kayu jati.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Kecelakaan Beruntun Kereta Api di Jepang, 160 Orang Tewas

Dicky Soeria Atmadja menunjukkan pintu utama Stasiun Bogor. dok BBC Indonesia Dicky Soeria Atmadja menunjukkan pintu utama Stasiun Bogor.
Melangkah ke peron, Dicky menunjukkan tampilan peron yang sama dengan peron yang dibangun 140 tahun lalu. Khususnya adalah bagian fasad, kemudian atap, rangka, tiang semua masih sama.

Dalam menelusuri jalur kereta Bogor-Cianjur, PT KAI menyediakan dua kereta.

Kereta pertama adalah KA Pangrango, yang menempuh rute Stasiun Bogor Paledang menuju Stasiun Sukabumi.

Perjalanan kemudian diteruskan dengan menumpang KA Siliwangi, yang menempuh rute Stasiun Sukabumi hingga Stasiun Cianjur.

-----------------

Stasiun Cigombong

Stasiun Cigombong sekitar tahun 1900. Leiden University Libraries (KITLV 19369) Stasiun Cigombong sekitar tahun 1900.
Stasiun Cigombong pada Februari 2020 dok BBC Indonesia Stasiun Cigombong pada Februari 2020
Setengah jam melaju dari Stasiun Bogor Paledang, kita akan sampai di Stasiun Cigombong.

Stasiun ini menjadi bukti bahwa fungsi jalur kereta api di era Hindia Belanda salah satunya adalah sebagai transportasi wisata.

"Stasiun ini stasiun kecil, biasa disebut halte. Stasiun ini berposisi dekat dengan sebuah tempat wisata tetirah orang-orang Belanda saat itu yang bernama Lido. Hanya mungkin sekitar 200 meter dari stasiun ini," kata Dicky.

Kawasan Danau Lido yang dapat dijangkau dengan mudah menggunakan kereta api membuat lokasi itu populer di antara orang-orang Belanda.

Stasiun Cigombong menjadi sarana transportasi bagi orang-orang Belanda yang ingin mengunjungi kawasan wisata Danau Lido. Leiden University Libraries (KITLV 116502) Stasiun Cigombong menjadi sarana transportasi bagi orang-orang Belanda yang ingin mengunjungi kawasan wisata Danau Lido.
Kehadiran orang-orang Belanda yang berwisata tersebut juga erat kaitannya dengan keberadaan puluhan hingga ratusan perkebunan di Priangan pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20.

Jenis perkebunannya pun beragam, mulai dari perkebunan kopi hingga karet.

Salah satu perkebunan yang kondang di sekitar jalur ini adalah perkebunan tanaman gutta percha (getah perca) Cipetir.

Pabrik Cipetir, pengolah gutta percha, yang berusia lebih dari satu abad, masih berdiri dan merupakan 'satu-satunya di dunia'.

Lokasi itu dapat disinggahi dengan terlebih dahulu turun di Stasiun Cibadak.

Kawasan wisata Danau Lido pada Februari 2020. dok BBC Indonesia Kawasan wisata Danau Lido pada Februari 2020.
Kawasan wisata Danau Lido sekitar tahun 1947-1948. National Museum Wereldculturen (7082-nf-683-15-2) Kawasan wisata Danau Lido sekitar tahun 1947-1948.

---------------

Semua foto dilindungi hak cipta

Baca juga: Melihat Jejak Kereta Api dan Penjajahan Belanda di Tanah Priangan, dari Era Tanam Paksa (2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com