Tim gabungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan Universitas Airlangga melahirkan sebuah robot canggih yang dinamai RAISA (Robot Medical Assistant ITS-Unair).
RAISA dirancang mampu meringankan tugas tenaga medis.
"Robot ini mampu memberikan pelayanan kepada pasien yang sedang diisolasi seperti mengantar makanan, pakaian, maupun obat-obatan," kata Muhtadin, salah satu anggota tim peneliti RAISA dari ITS Surabaya.
RAISA memiliki tinggi 1,5 meter dan dilengkapi empat rak bersusun.
Baca juga: Sederet Pesan Menggugah dari Para Pasien Corona yang Berhasil Sembuh...
Rak itu bisa membawa barang hingga 50 kilogram.
Robot itu juga dilengkapi monitor untuk komunikasi dua arah antara tenaga medis dan pasien.
RAISA diproduksi dengan biaya sekitar Rp 100 juta per unit.
Baterai robot ini mampu bertahan sampai 10 jam.
"RAISA dikendalikan menggunakan remote control dari jarak jauh," ujar dia.
RAISA telah diserahterimakan pada RS Universitas Airlangga di Gedung Pusat Robotika ITS pada Selasa (14/4/2020).
Baca juga: Perkenalkan, RAISA, Robot Pelayan Pasien Covid-19 Buatan ITS-Unair
Alghozi merupakan alumni D3 Teknik Informatika, Universitas Telkom.
Aplikasi ini lahir dari keprihatinannya mengetahui banyaknya tenaga medis yang meninggal dunia.
"Niatnya cuma membantu untuk penanggulangan Covid-19 ini. Saya merasa sedih saat pertama kali mendengar ada dokter yang meninggal. Lalu dibuat aplikasi ini supaya sama-sama bisa menanggulangi wabah ini," kata Alghozi.
Sistem ini bekerja dengan memetakan setiap orang yang bergerak di suatu daerah.
Baca juga: Sederet Kisah Perjuangan Mereka yang Berhasil Sembuh dari Covid-19..
Data dihimpun dari petugas pemerintah yang mengawal pintu masuk pelabuhan di darat, laut, dan udara. Data tersebut kemudian diinput ke sistem.
Penggunaan aplikasi ini didukung gelang penanda yang dipasangkan pada setiap orang yang melintas di pintu masuk.
"Gelang hanya untuk psikologis orang yang memakainya. Mereka harus ingat jika saat ini sedang ada wabah sehingga lakukan isolasi mandiri dan sewaktu-waktu berkoordinasi dengan petugas," ujar Alghozi.
Untuk mengerjakan proyek yang bertujuan bukan untuk profit ini, Alghozi rela keluar dari pekerjaannya di salah satu perusahaan teknologi.
Sebab, untuk merampungkan aplikasi diperlukan waktu 24 jam.